Apakah hari Kiamat itu?
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Hari Kiamat,
apakah hari Kiamat itu?
Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
dan gunung-gunung adalah seperti kapas yang terbusar.
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
Dan adapun orang-orang yang ringan timbangannya,
maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
(Yaitu) api yang sangat panas.
Surat ini dinamakan dengan Al Qaari’ah karena dimulai dengan kata Al Qaari’ah untuk membuat mengerikan dan memberi rasa takut sebagaimana surat Al Haqqah dan Al Ghasyiyah di awali dengan kedua kata itu. Karena surat ini mengetuk hati dengan keras hingga mengagetkannya dengan keadaan mengerikan.
Tatkala surat Al Adiyat ditutup dengan gambaran hari kiamat pada firman Allah Ta’ala :
“maka apakah Dia tidak mengetahui jika dibangkitkan apa yang di dalam kubur. Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui tentang diri mereka”
Surat ini termasuk Makkiyyah. Temanya adalah pemberitahuan tentang sebagian kejadian hari kiamat yang mengerikan yang mengerikan dan membuat takut pada kejadian itu.
Telah tersebut di dalam sunnah, hadist – hadist tentang sifat neraka. Diantaranya hadist oleh Bukhary, Muslim, Malik, dan sebagainya :
Dari Abu Hurairah bahwa nabi bersabda :
“Sesungguhnya api manusia yang kalian nyalakan hanya satu dari tujuh puluh bagian api neraka. Para shahabat berkata : ‘wahai Rasulullah ! andaikan itupun (api dunia yang sepertujuh puluh), maka juga sudah cukup’. Maka Rasul menegaskan : ‘ dia (api neraka) melebihnya (api dunia) sebanyak enampuluh sembilan kali lipat’ “
Imam At Turmudzy dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadist Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul bersabda :
“ Neraka dinyalakan seribu tahun hingga merah, lalu dinyalakan seribu tahun hingga putih, lalu dinyalakan seribu tahun hingga hitam, dia (neraka) itu hitam gelap”.
Makna Surat Al Qaari’ah
Surat ini mengandung akidah (keyakinan) tentang kebangkitan dan balasan yang didustakan dan sangat diingkari oleh kaum musyrikin. Maka Allah mengabarkan kepada kita tentang hari kiamat yang mengagetkan manusia dengan kejadiannya yang mengerikan dan dahsyat yang berlangsung ketika itu. Dimana manusia bagai anai – anai yang bertebaran dalam satu gabungan yang saling menginjak dan tidak mengetahui jalan.
Dan gunung – gunung walau begitu kokoh, tinggi dan besarnya namun ia berbagaikan kapas yang dibusar dengan pembusar terbang kesana kesini secara berhamburan. Setelah Kiamat selesai, mereka dibawa hingga berada di hadapan Rabbnya untuk perhitungan dan pembalasan amal mereka.
Maka barang siapa yang lebih berat kebaikannya atas keburukanya, maka dia selamat dari api neraka dan berada dalam kehidupan yang memuaskan. Namun begitu juga sebaliknya, akan lemparkan ke neraka Hawiyah dengan posisi kepala berada di bawah. Hawiyah adalah api yang sangat panas yang tidak lebih panas darinya. Dia (Hawiyah) adalah tempat kebinasaan dan kerugian. Semoga Allah Ta’ala memelihara kita.
Faedah
1. Penetapan akidah tentang kebangkitan dan balasan dengan menyebutkan sebagian gambarannya.
2. Peringatan dari kejadian mengerikan pada hari kiamat dan adzab Allah yang ada padannya.
3. Penetapan akidah tentang penimbangan amal shaleh dan keburukan serta balasannya.
4. Penetapan bahwa manusia pada hari kiamat terbagi menjadi dua kelompok di neraka sesuai dengan perbuatan mereka. Satu kelompok di surga dan satu kelompok di neraka.
SUMBER :
Buku dengan judul Asli : Syarhu Ad-Durusi Al-Muhimmati Li ‘Ammati Al-Ummati
Penulis : Al-Allamah as-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Penerbitan Asli : Daru As-Shami’i lin Nasyri wa At-Tauzi’l, Riyadh
Penerjemah : Muhammad Qawwam, Lc
Murajaah : Ust. Qomar Suaidi
Cetakan : Cetakan ketiga, Dzulqa’idah 1430 H / Mopember 2009 M
Penerbit : Cahaya Tauhid Press
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/10/09/surat-tentang-kiamat/
Mengintip Kehidupan Alam Kubur
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya): “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Diantara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:
“Apabila mayit telah dikuburkan –atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)– dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya): “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)
Perkataan yang kokoh dalam ayat diatas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan nikmat kubur
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya): “Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46), kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya): “Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21). Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma), dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”
SUMBER :
Menyelisik Kehidupan Di Alam Kubur, Buletin Islam AL ILMU Edisi: 38/X/VIII/1431
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/09/05/mengintip-kehidupan-alam-kubur/
Jangan Cepat Merasa Aman dari Adzab Allah, dan Jangan Pula Berputus Asa Dari Rahmat Allah
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridlainya- beliau berkata:
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan harus dipercaya:
Sesungguhnya (fase) penciptaan kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah (sperma), kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal darah kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh dan dicatat 4 hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka. Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di antara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) hingga antara dia dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk anNaar (neraka), sehingga masuk ke dalamnya (anNaar). Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk anNaar, hingga antara dia dengan anNaar sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk jannah sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (H.R alBukhari dan Muslim).
Penjelasan Hadits ini
Ibnu Mas’ud menyampaikan suatu hadits yang ia dengar langsung dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tentang khabar ghaib. Karena khabar itu menuntut keimanan yang tinggi, beliau mendahului penyampaiannya dengan mengingatkan bahwa Rasul adalah orang yang jujur sekaligus harus dipercaya seluruh khabarnya.
Manusia mengalami 4 fase pertumbuhan dalam perut ibunya: 40 hari pertama dalam bentuk nutfah (sperma), 40 hari kedua dalam bentuk ‘alaqah (segumpal darah), 40 hari kedua dalam bentuk daging.
Setelah itu, Malaikat diutus Allah untuk meniup ruhnya dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaan dia (beruntung atau celaka).
Kemudian Rasul menceritakan adanya keadaan 2 macam orang:
Pertama, seseorang yang hampir seluruh hidupnya diisi dengan amalan penduduk surga (ketaatan), sehingga jaraknya dengan surga sudah satu hasta (ukuran dari siku hingga ujung jari), namun karena catatan taqdir, ia di akhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk neraka sehingga masuk ke dalam neraka
Kedua, seseorang yang hampir seluruh hidupnya diisi dengan amalan penduduk anNarr (Neraka), sehingga jaraknya dengan surga sudah satu hasta (ukuran dari siku hingga ujung jari), namun karena catatan taqdir, ia di akhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk jannah sehingga masuk ke dalam surga.
Pelajaran-Pelajaran Yang Bisa Diambil Dari Hadits Ini:
1. Para perawi hadits banyak yang meriwayatkan hadits lafadz haddatsana –mencontoh lafadz yang diucapkan Ibnu Mas’ud dalam hadits ini- untuk menunjukkan bahwa ia hadir dan mendengar langsung dari orang yang menceritakannya.
2. Seluruh berita yang shahih berasal dari Nabi harus diyakini dan dibenarkan meski tidak terjangkau akal karena beliau adalah as-Shoodiqul Mashduuq (yang jujur dan harus dipercaya).
3. Tahapan penciptaan manusia di rahim ibunya:
- 40 hari pertama nutfah
- 40 hari kedua segumpal darah
- 40 hari ketiga segumpal daging
4. Ditiupkan ruh pada janin setelah berusia 3 x 40 hari = 120 hari = 4 bulan.
Setelah 4 bulan inilah berlakulah baginya hukum manusia. Jika terjadi keguguran janin, maka dilihat keadaan:
- sebelum 120 hari: tidak perlu dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
- setelah 120 hari: dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
Jika janin yang keluar saat keguguran bentuknya sudah seperti manusia, maka berlakulah hukum nifas. Jika tidak, maka hukumnya seperti darah istihadhah (penyakit).
(Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin).
5. Beriman terhadap Malaikat. Ada Malaikat yang bertugas untuk meniup ruh pada janin dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka).
6. Beriman terhadap catatan taqdir.
Para Ulama menjelaskan bahwa berdasarkan lingkupnya, pencatatan taqdir terbagi menjadi 4:
a) Pencatatan di Lauhul Mahfudzh
Catatan induk. Berisi catatan taqdir segala sesuatu. Ditulis 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Catatan ini tidak ada yang tahu kecuali Allah, dan tidak akan berubah sedikitpun
b) Pencatatan dalam lingkup umur perorangan
Ini adalah catatan Malaikat, seperti yang disebutkan dalam hadits ini tentang 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka) terhadap janin yang masih berada di perut ibunya.
c) Pencatatan dalam lingkup tahunan
Dilakukan setiap Lailatul Qodar, berisi catatan segala sesuatu yang akan terjadi dalam waktu setahun ke depan (hingga Lailatul Qodar berikutnya), disebutkan dalam surat ad-Dukhkhan: 3-4).
d) Pencatatan dalam lingkup harian
Disebutkan dalam surat arRahman ayat 29. Allah meninggikan derajat suatu kaum atau merendahkannya, membentangkan rezeki atau menyempitkannya, dsb. Hal itu berlangsung tiap hari.
Perubahan catatan taqdir yang masih memungkinkan terjadi pada catatan yang ada di Malaikat, sedangkan yang Lauhul Mahfudzh tidak akan pernah berubah.
1) Akhir kehidupan seseorang akan berujung pada dua hal: beruntung atau celaka. Orang yang beruntung adalah yang masuk ke dalam surga, sebaliknya yang celaka adalah yang masuk ke dalam neraka. Tidak ada keadaan ketiga.
2) Seseorang tidak boleh merasa bangga diri ketika ia banyak beribadah dan sering mengisi hari-harinya dengan ketaatan. Harus diiringi dengan perasaan takut dan khawatir jangan sampai mengalami suu-ul khotimah (akhir kehidupan yang buruk).
3) Seseorang yang sedang terjerumus dalam lumpur dosa tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, hendaknya ia bersemangat untuk bertaubat dan memperbanyak amal sholih dengan harapan meninggal dalam keadaan husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik).
4) Akhir kehidupan sangat menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang nanti di akhirat.
Akhir Kehidupan Yang Baik Hanya Untuk Orang Yang Istiqomah dalam Keikhlasannya
Sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah, orang-orang yang berubah dari keadaan baik menjadi buruk lebih sedikit atau jarang dibandingkan orang yang berubah dari keadaan buruk menjadi baik (penjelasan Ibnu Daqiiqil Ied).
Penyebab perubahan dari baik menjadi buruk itupun sebenarnya karena ia hanya menampakkan kebaikan di hadapan manusia. Ia tampakkan seakan-akan ia terus bergelut dengan ketaatan dan sudah dekat dengan surga. Padahal hatinya tidak demikian. amalnya penuh dengan riya’ dan kemunafikan . (Hal ini diperjelas dengan lafadz hadits lain yang diriwayatkan alBukhari: “Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan penduduk surga sesuai yang nampak pada manusia, padahal ia adalah termasuk penduduk neraka” – H.R alBukhari dari Sahl bin Sa’ad as-Saaidi.)
Abdul Haq berkata: “Suu-ul Khootimah (akhir kehidupan yang buruk) tidak akan menimpa orang yang istiqomah batinnya dan baik amal perbuatannya…Kebanyakan menimpa orang-orang yang terus menerus dan lancang (tidak mengenal malu) dalam berbuat dosa besar…” (dinukil oleh alHafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (11/489))
Para Shahabat Nabi Bahkan Tidak Merasa Aman dari Makar (Istidraj dan Adzab)Allah
Para Sahabat Nabi adalah orang-orang yang bersemangat melakukan amal sholih yang terbaik dan sempurna diiringi dengan perasaan takut jangan-jangan amalnya tidak diterima. Diiringi perasaan khawatir jangan-jangan mereka termasuk orang munafik.
Ibnu Abi Mulaikah berkata: Saya menjumpai 30 orang Sahabat Nabi seluruhnya mengkhawatirkan kemunafikan dalam dirinya (Shahih alBukhari).
Umar bin al-Khottob pernah menanyakan kepada Hudzaifah bin al-Yaman apakah nama beliau masuk dalam daftar orang-orang munafik yang disebut Nabi.
Para Sahabat Nabi adalah orang-orang dengan amal ibadah berkualitas tinggi, namun mereka tidak ujub (merasa bangga diri) terhadap amal yang telah dikerjakan. Mereka memadukan antara perasaan berharap terhadap rahmat dan ampunan Allah dengan perasaan takut terhadap adzab Allah pada porsi yang tepat dan sesuai.
Jika seseorang terlalu menggantungkan pada luasnya rahmat Allah, ampunan Allah yang berlimpah, dan melupakan bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha pedih adzabNya, ia akan bermudah-mudahan. Ia akan merasa aman dari makar (istidraj dan adzab) Allah.
“Apakah kalian merasa aman dari Makar (istidraj dan adzab) Allah? Tidak ada yang merasa aman dari Makar Allah kecuali orang –orang yang merugi” (Q.S al-A’raaf:99).
Sebaliknya, seorang yang dominan membaca dan merasakan ancaman-ancaman Allah, kerasnya siksaan, dan semisalnya, kemudian melupakan rahmat dan ampunanNya akan berputus asa dari rahmat Allah.
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S Az-Zumar:53).
Perasaan berharap di satu sisi, takut di sisi lain. Dua hal ini harus berada pada porsi yang tepat dan sesuai, serta tidak berat sebelah. Dalam alQur’an Allah mengajarkan manusia untuk memiliki dua perasaan itu secara seimbang.
Perhatikan ayat-ayat berikut yang menyebutkan Sifat-Sifat Allah terkait dengan pembangkitan 2 perasaan itu secara berimbang:
“Khabarkan kepada hamba-hambaKu bahwa Aku adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwasanya adzabKu sangat pedih “ (Q.S Al-Hijr 49-50)
“Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat adzabNya, dan sesungguhnya Ia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “(Q.S AlAn’aam : 165)
“Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Keras SiksaNya dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-Maidah:98)
“Allah adalah Pengampun dosa dan Penerima taubat, keras siksaNya…. “ (Q.S Ghofir/ al-Mu’min:3)
Sumber :
Hadits Ibnu Mas’ud Tentang Tahapan Kehidupan Manusia (Hadits ke-4 Arbain anNawawiyyah), ditulis oleh : Ustadz Kharisman
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/08/01/jangan-cepat-merasa-aman-dari-adzab-allah-dan-jangan-pula-berputus-asa-dari-rahmat-allah/
Renungan Menghadapi Kematian
“Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap insan… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan…”
Kematian Adalah Kepastian
Betapa banyak berita kematian yang sampai di telinga kita, mungkin mengkhabarkan bahwa tetangga kita, kerabat kita, saudara kita atau teman kita telah meninggal dunia, menghadap Allah Ta’ala. Akan tetapi betapa sedikit dari diri kita yang mampu mengambil pelajaran dari kenyataan tersebut. Saudaraku, kita tidak memungkiri bahwa datangnya kematian itu adalah pasti. Tidak ada manusia yang hidup abadi. Realita telah membuktikannya. Allah Ta’ala telah berfirman.
“Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada hari kiamat saja lah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang dijauhkan oleh Allah Ta’ala dari neraka dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).” (QS. Ali Imran : 185)
Allah Ta’ala juga telah berfirman,
“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya pasti akan mendatangi kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang nampak, kemudian Allah Ta’ala akan memberitahukan kepada kalian setiap amalan yang dahulu kalian pernah kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah : 8)
Saudaraku, kematian itu milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada saatnya. Entah di belahan bumi mana kah manusia itu berada, entah bagaimanapun keadaanya, laki-laki atau perempuan kah, kaya atau miskin kah, tua atau muda kah, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat,meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34)
Saudaraku, silakan berlindung di tempat manapun, tempat yang sekiranya adalah tempat paling aman menjadi persembunyian. Mungkin kita bisa lari dari kejaran musuh, selamat dari kejaran binatang buas, lolos dari kepungan bencana alam. Namun, kematian itu tetap akan menjemput diri kita, jika Allah Ta’ala sudah menetapkan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan dimanapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian, meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sangat kokoh.” (QS. An Nisa : 78)
Kematian Adalah Rahasia Sang Pencipta
Kematian manusia sudah Allah Ta’ala tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak awal penciptaan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya proses penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari juga. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya, amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang celaka….” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala telah berfirman,
“Sesungguhnya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (kapankah) datangnya hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan air hujan, dan Dia lah yang mengetahui tentang apa yang ada di dalam rahim, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan esok hari, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi manakah dia akan mati..” (QS. Luqman : 34)
Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapan kah kita akan meninggal, dan dengan cara apakah kita akan mengakhiri kehidupan dunia ini, masih kah kita merasa aman dari intaian kematian…? Siapa yang bisa menjamin bahwa kita bisa menghirup segarnya udara pagi esok hari…? Siapa yang bisa menjamin kita bisa tertawa esok hari…? Atau…. siapa tahu sebentar lagi giliran kematian Anda wahai Saudaraku…
Di manakah saudara-saudara kita yang telah meninggal saat ini…? Yang beberapa waktu silam masih sempat tertawa dan bercanda bersama kita…Saat ini mereka sendiri di tengah gelapnya himpitan kuburan… Berbahagialah mereka yang meninggal dengan membawa amalan sholeh… dan sungguh celaka mereka yang meninggal dengan membawa dosa dan kemaksiatan…
Faidah Mengingat Kematian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan dunia”. Kemudian para shahabat bertanya. “Wahai Rasulullah apakah itu pemutus kelezatan dunia?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kematian”(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, hadits dari shahabat Abu Hurairah)
Ad Daqaaq rahimahullahu mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan, [1] bersegera dalam bertaubat, [2] giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah, [3] rasa qana’ah dalam hati (menerima setiap pemberian Allah)”(Al Qiyamah Ash Shugra, Syaikh Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar)
Bersegera dalam Bertaubat
Sudah dapat dipastikan bahwa manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan kemaksiatan. Seorang manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar bahwa kematian senantiasa mengintai. Dia tidak ingin menghadap Allah Ta’ala dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman,
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS. An Nisa : 17)
Maksud dari berbuat keburukan karena kebodohan dalam ayat di atas, bukanlah kebodohan seorang yang tidak mengetahui sama sekali bahwa apa yang dia kerjakan merupakan sebuah keburukan. Orang yang berbuat buruk dan tidak mengetahui sama sekali tidak akan dihukum oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud kebodohan di sini adalah seseorang yang mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah keburukan, namun dia tetap saja melakukannya lantaran dirinya dikuasai oleh hawa nafsu. Inilah makna kebodohan dalam ayat di atas. (Syarah Qowaidul Arba’ Syaikh Sholeh Fauzan).
Allah Ta’ala berfirman, “Dan bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang telah dipersiapkan (oleh Allah) bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Ali Imran : 133)
Giat dan Semangat dalam Beribadah kepada Allah
Seorang yang banyak mengingat kematian, akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Jadilah engkau di dunia ini bagaikan seorang yang asing atau seorang yang sedang menempuh perjalanan yang jauh”, mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, lantas Abdullah ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari jangan engkau tunggu datangnya pagi hari, jika engkau berada di pagi hari jangan engkau tunggu datangnya sore hari, pergunakanlah waktu sehatmu (dalam ketaatan kepada Allah) sebelum datangnya waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kematian datang menjemputmu.” (HR. Bukhari)
Rasa Qana’ah di Dalam Hati
Allah Ta’ala akan menanamkan rasa qana’ah di dalam hati seseorang yang banyak mengingat kematian. Rasa qana’ah yang membuat seseorang merasa cukup terhadap setiap pemberian Allah Ta’ala, bagaimanapun dan berapa pun pemberian Allah. Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,
“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, dan beliau memerintahkan aku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala atas seluruh pemberian tersebut. Nas’alullaha al afiyah.
Kehidupan setelah Kematian
“Saudaraku, seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap manusia… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan… kehidupan yang sebenarnya…”
Diantara keimanan kepada hari kiamat adalah meyakini bahwa setelah kematian ini ada kehidupan. Semuanya akan berlanjut ke alam kubur kemudian ke alam akhirat. Di sana ada pengadilan Allah Ta’ala yang Maha Adil. Semua manusia akan diadili, mempertanggungjawabkan setiap amalan yang dia perbuat. Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat hasilnya, dan barang siapa yang berbuat keburukan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat akibatnya” (QS. Al Zalzalah: 7-8)
Terakhir Saudaraku, jadilah orang yang cerdas. Orang yang cerdas dalam memandang hakikat kehidupan di dunia ini. Abdullah Ibnu Umar dia pernah berkata, ‘Aku bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ Dia berkata lagi, ‘Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas.’” (HR. Ibnu Majah)
Semoga bermanfaat. Allahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq
Sumber :
Renungan Menghadapi Kematian [Hanif Nur Fauzi]
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/07/02/renungan-menghadapi-kematian/
Nikmatnya Surga
Jannah (surga) adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah ter bersit dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17)
Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
“Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ‘Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia’.”
Takhrij Hadits Abu Hurairah
Hadits qudsi yang agung ini diriwayatkan al-Bukhari dalam ash-Shahih no. 3244 dan 4779, Muslim dalam ash-Shahih no. 2824, al-Humaidi dalam al-Musnad no. 1133, at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 3197, Abu Ya’la al-Mushili dalam al-Musnad no. 6276, dan Ibnu Hibban dalam ash-Shahih no. 369. Semua meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Zinad, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah z.
Abdullah bin al-Mubarak t meriwayatkan hadits ini dalam az-Zuhd no. 273. Melalui jalan Ibnul Mubarak inilah, al-Bukhari mengeluarkannya dalam ash-Shahih no. 7498, dari Ma’mar.
Hadits yang serupa diriwayatkan pula dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri z dalam Hilyatul Auliya (2/262), dan sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi z dalam Musnad al-Imam Ahmad (5/334).
Jannah (Surga) Telah Ada
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa al-jannah (surga) dan an-naar (neraka) adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah diciptakan. Artinya, saat ini keduanya telah ada. Berbeda halnya dengan golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa keduanya belum diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa al-jannah dan an-naar kekal selama-lamanya. Berbeda halnya dengan golongan al-Jahmiyah yang mengatakan bahwa al-jannah dan an-naar tidak kekal.
Hadits qudsi yang sedang kita bahas adalah salah satu dalil Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa al-jannah telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan sudah ada saat ini. Perhatikan hadits qudsi di atas, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Kata (….) dalam bahasa Arab adalah fi’il madhi (kata kerja lampau) yang menunjukkan telah berlalunya satu pekerjaan. Dengan demikian, artinya adalah “Aku telah menyediakan.” Yakni, al-jannah telah disediakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, telah diciptakan oleh-Nya. Oleh karena itu, al-Imam al-Bukhari t memberi satu judul bab bagi hadits ini, Bab “Ma ja’a fi Shifatil Jannah wa an-Naha Makhluqah (bab tentang sifat al-jannah dan bahwa ia telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala)”.
Bentuk fi’il madhi ini juga disebutkan dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada jannah yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Juga firman-Nya:
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang telah disediakan bagi orang-orang kafir.” (al-Baqarah: 24)
Dalil yang lain tentang keberadaan al-jannah dan an-naar sebagai dua makhluk yang telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tentang keutamaan bulan Ramadhan. Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Apabila bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Hurairah z)
Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau melihat al-jannah dan an-naar. Perjalanan agung tersebut adalah perjalanan jasad dan ruh, bukan mimpi. Hadits-hadits tentang Isra’ juga dalil yang sangat kokoh tentang keberadaan kedua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala ini. Beliau bersabda, “Lalu aku dimasukkan ke dalam al-jannah, ternyata di dalamnya ada kubah-kubah dari mutiara dan ternyata tanahnya adalah misik.”
(Menjawab Keyakinan Bid’ah Mutazilah) Dengan akalnya yang berpenyakit, golongan Mu’tazilah berkata, “Keduanya belum diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika keduanya sudah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala berarti Dia telah melakukan perbuatan yang sia-sia. Bukankah manusia saat ini masih di alam dunia? Bukankah hari kebangkitan belum datang? Untuk apa keduanya diciptakan padahal manusia masih di dunia dan belum memakainya?”
Ucapan Mu’tazilah ini tidak ada sedikit pun nilainya di hadapan timbangan syariat. Cukuplah dalil-dalil yang sahih sebagai bantahan atas kebatilan ucapan mereka. Dalil tentang keberadaan jannah adalah dalil mutawatir yang tidak bisa dimungkiri. Demikian pula, Ahlus Sunnah telah bersepakat di atas keyakinan tersebut.
Bahkan, telah sahih bahwa arwah orang yang beriman berada di jannah. Ini menunjukkan bahwa jannah tidak diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sia-sia sebagaimana ucapan Mu’tazilah yang tidak beradab. Al-Imam Ibnu Majah t meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin terbang—makan dan mendapatkan nikmat—di pohon jannah, sampai Allah Subhanahu wa ta’ala mengembalikan kepada jasadnya nanti di hari kebangkitan.”1
Al-Jannah, Kenikmatan yang Belum Pernah Tebersit dalam Hati
Jannah adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah tebersit dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17)
Lalu Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Dan di dalam jannah ada sebuah pohon yang jika seorang penunggang kuda mengelilingi pohon selama seratus tahun, belum selesai mengelilinginya. Bacalah firman Allah jika kalian mau (yang maknanya), ‘dan naungan yang terbentang luas’ (al-Waqi’ah: 30).”
“Dan tempat cemeti di jannah lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah jika kalian mau firman Allah (yang maknanya), ‘… Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya’.” (Ali Imran: 185) (HR. at-Tirmidzi kitab “Tafsir al-Waqiah” no. 3292. Beliau berkata, “Hadits hasan sahih.”)
Perjalanan Menuju Jannah
Sadar atau tidak, seluruh anak Adam sedang melangkah menuju hari-hari abadi. Perjalanan itu berakhir di jannah Allah Subhanahu wa ta’ala atau neraka-Nya, wal ‘iyadzubillah. Cukuplah kiranya hadits qudsi di atas mendorong seorang mukmin berlomba mendapatkan jannah Allah Subhanahu wa ta’ala. Negeri yang sangat indah, kampung halaman yang sangat memesona dan penuh kebahagiaan.
Di antara perjalanan yang akan dilalui, akan datang suatu masa ketika manusia menyaksikan Jahannam. Akan datang pula masa ketika shirath (jembatan) akan dipancangkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di atas neraka Jahannam. Shirath itu harus dilalui sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala mengizinkan hamba-Nya memasuki al-jannah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)
Setelah jembatan—yang sangat mencekam, lebih tajam dari pedang dan lebih lembut dari rambut—itu dilalui, dengan penuh kebahagiaan kaum mukminin memuji Allah Subhanahu wa ta’ala seraya berseru:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami darimu (Jahannam) setelah Dia perlihatkan engkau kepada kami. Sungguh Allah telah mengaruniai kami nikmat yang tidak Dia berikan kepada seorang pun.”2
Betapa indah saat itu, saat seseorang diselamatkan dari Jahannam. Kemudian mereka berkumpul di qantharah, yaitu tempat di antara al-jannah dan an-naar. Di sana, berlangsunglah qishash di antara kaum mukminin sehingga hati-hati ahlul jannah bersih dan tidak tersisa sedikit pun dendam dan dengki.
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka….” (al-A’raf: 43)
Saat memasuki jannah semakin dekat, namun delapan pintu jannah masih saja tertutup. Kaum mukminin berbondong-bondong menuju Adam alaihi salam dan meminta agar beliau memohon dibukakan pintu jannah. Nabi Adam alaihi salam hanya menjawab, “Bukankah aku ini yang menyebabkan kalian keluar dari jannah? Pergilah kepada anakku Ibrahim!”
Manusia pun datang kepada Khalilullah, Ibrahim alaihi salam. Namun, beliau pun menolaknya. Mereka lalu mendatangi Musa alaihi salam, kemudian Isa alaihi salam, hingga manusia datang kepada sayyidul mursalin, Muhammad shalallahu alaihi wasalam.3
Allahu Akbar. Untuk kesekian kalinya, Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan kemuliaan Nabi-Nya di hadapan hamba-hamba-Nya. Beliau shalallahu alaihi wassalam lalu memohon agar pintu jannah dibuka. Syafaat Beliau shalallahu alaihi wassalam pun diterima. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
Aku mendatangi pintu jannah di hari kiamat dan meminta pintu dibuka. Penjaga jannah berkata, “Siapa engkau?” Jawabku, “Aku Muhammad.” Ia berkata, “Untukmu aku diperintah untuk tidak membukakan bagi seorang pun sebelummu.”4
Dibukalah delapan pintu jannah. Kaki-kaki kaum mukminin pun melangkah ke dalamnya, meraih kenikmatan yang abadi dan keberuntungan yang nyata.
“… Dan barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)
Rombongan demi rombongan, sesuai kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, memasuki negeri keabadian. Dengan sangat terhormat mereka disambut malaikat-malaikat Allah Subhanahu wa ta’ala dengan salam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya’.” (az-Zumar: 73)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya, rombongan pertama yang masuk jannah seperti bulan di malam purnama. Rombongan berikutnya bercahaya seperti bintang-bintang gemerlap laksana mutiara di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli) dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”5
Masuklah kaum mukminin ke dalam jannah Allah Subhanahu wa ta’ala, negeri kenikmatan yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam hadits qudsi:
“Telah Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pula telinga pernah mendengarnya, dan belum pernah terbetik dalam kalbu manusia.”
Kenikmatan al-Jannah
Kenikmatan jannah adalah perkara gaib. Jalan untuk mengetahui sifatnya hanyalah berita-berita langit: ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul n.
Hidangan pertama ahlul jannah adalah hati ikan. Kemudian disembelihkan sapi jannah untuk mereka. Mereka minum dari mata air salsabil. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Adapun hidangan pertama yang dimakan ahlul jannah adalah bagian terlezat dari hati ikan.”6
Seorang Yahudi mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak mungkin ada yang bisa menjawabnya selain seorang nabi. Ia berkata:
“Suguhan apakah yang diberikan kepada penduduk jannah ketika memasukinya?” Beliau menjawab, “Bagian terlezat dari hati ikan.” Si Yahudi bertanya lagi, “Hidangan apakah yang diberikan setelahnya?” Rasul menjawab, “Disembelihkan untuk mereka sapi jannah yang mencari makan di tepi-tepi jannah.” Si Yahudi berkata, “Apakah minuman mereka?” “Dari mata air bernama Salsabil.” (HR. Muslim dari Tsauban z maula Rasulullah shalallahu alaihi wassalam)
Penduduk jannah makan dan minum tanpa harus kencing dan buang air besar. Hanyalah sendawa dan keringat yang lebih harum dari misik. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli), dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”7
Bejana-bejana yang mereka gunakan terbuat dari emas dan perak. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas dan piala-piala, serta di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (az-Zukhruf: 71)
“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.” (al-Insan: 15)
Ahlul jannah mendapatkan buah-buahan yang diingini dan semua daging yang dikehendaki. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.” (ath-Thur: 22)
Jannah memiliki sungai-sungai yang sangat indah.
“… Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka….” (Muhammad: 15)
Jannah memiliki istana-istana dan kerajaan-kerajaan besar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (al-Insan: 20)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Saat aku tidur, aku melihat diriku di dalam jannah. Aku melihat seorang wanita berwudhu di samping sebuah istana.” Aku pun bertanya, “Milik siapakah istana ini?” Mereka menjawab, “Milik Umar.” Segera aku teringat kecemburuan Umar dan aku pun meninggalkan istana itu. Umar menangis dan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku cemburu kepadamu?”8
Di sana ada pula kubah-kubah dan tenda-tenda yang menjulang.
“Sungguh bagi seorang mukmin di jannah tenda dari lu’lu’ (mutiara) yang berongga. Panjangnya enam puluh mil. Di dalamnya ada keluarga (istri-istri) yang ia berkeliling pada mereka tanpa mereka saling melihat.”9
Nikmat yang Kekal
Semua kenikmatan ahlul jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang saleh adalah nikmat yang tidak pernah putus, kekal.
Demikianlah Allah Subhanahu wa ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an. Demikian pula Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menyabdakan dalam haditsnya yang mulia.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (al-Bayyinah: 7—8)
Dalam hadits yang sahih, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
Akan diserukan bagi penduduk lamanya. Bagi kalian kehidupan, maka kalian tidak akan mati selama-lamanya. Bagi kalian umur yang muda, maka kalian tidak akan menjadi tua selama-lamanya. Bagi kalian kenikmatan, maka tidak akan ada kesusahan selama-lamanya. Itulah firman Allah Subhanahu wa ta’ala, ‘… Dan diserukan kepada mereka, [Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan]’. (al-A’raf: 43)”
Wahai jiwa, jalan menuju jannah telah dijelaskan oleh kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala(Rasulullah shalallahu alaihi wassalam). Pintu-pintu jannah hanya akan dibuka bagi mereka yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari kesyirikan. Bersemangatlah, mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan janganlah engkau malas!
Dunia adalah negeri asing. Negerimu sesungguhnya adalah al-jannah. Abdullah bin Umar c berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memegang kedua pundakku dan berkata, “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seseorang yang sekadar lewat.” Ibnu Umar c mengatakan, “Jika engkau memasuki waktu sore, janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau memasuki waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah keadaan sehatmu sebelum keadaan sakitmu dan hidupmu sebelum engkau mati.” (HR. al-Bukhari)
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
1 HR. Ibnu Hibban (10/513) no. 4657 dan Ibnu Majah dalam as-Sunan, Kitab “az-Zuhd” no. 4271, dinyatakan sahih oleh al-Albani.
2 Potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/408) no. 3424 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam takhrij beliau terhadap al-Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 469.
3 Lihat Shahih Muslim (1/187) no. 195.
4 HR. Muslim no. 196 dari Anas bin Malik z.
5 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
6 HR. al-Bukhari “Kitab Fadhail”, hadits Anas z tentang kisah Islamnya Abdullah bin Salam z (7/272 no. 3938, Fathul Bari).
7 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
8 HR. al-Bukhari, Kitab “Fadhail ash-Shahabah”, bab “Manaqib Umar bin al-Khaththab z” dari Abu Hurairah z.
9 HR. Muslim, Bab “Sifat Tenda Jannah” no. 5070.
Sumber : Surga Kenikmatan Abadi yang Telah Ada (ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.), Majalah AsySyariah Edisi 073
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/05/22/nikmatnya-surga/
Dahsyatnya Neraka
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (an-Nisa: 56)
Iman tentang adanya surga dan neraka adalah satu prinsip dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Al-Imam Ahmad t berkata, “Surga dan neraka adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah diciptakan, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
“Aku masuk ke surga, aku pun melihat istana di sana.”
“Aku juga melihat al-Kautsar.”
“Aku melihat ke surga, ternyata kebanyakan penduduk surga adalah demikian (yakni orang-orang fakir). Aku juga melihat neraka dan ternyata kebanyakan penghuninya adalah demikian (yakni wanita –pent.).”
Barang siapa menganggap keduanya belum ada saat ini, berarti dia telah mendustakan al-Qur’an. Saya menduga, orang tersebut tidaklah mengimani adanya surga dan neraka.” (Lihat Ushulus Sunnah)
Al-Imam ath-Thahawi t berkata, “Surga dan neraka adalah dua makhluk yang telah diciptakan, tidak akan punah, dan tidak akan hancur.” (al-Aqidah ath-Thahawiyah)
Ibnu Abil ‘Izzi t berkata, “Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang telah ada sekarang.” (Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyah)
Dalil-Dalil Adanya Surga & Neraka
Dalil-dalil masalah ini dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sangatlah banyak, di antaranya:
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman tentang neraka:
“Jika kalian tidak dapat membuat(nya), dan pasti kalian tidak akan dapat membuat(nya), jagalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (al-Baqarah: 24)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (Yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.” (an-Najm: 13—15)
Adapun dalam sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, banyak hadits yang menerangkan masalah ini, di antaranya:
Dari Imran bin Hushain z, dari Nabi shalallahu alaihi wassalam:
“Aku melihat surga, ternyata kebanyakan penghuninya adalah fuqara. Aku pun melihat neraka dan ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita.” (HR. al-Bukhari no. 3241 dan Muslim no. 2738)
Dari Abu Sa’id al-Khudri z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Tundalah pelaksanaan shalat zhuhur hingga cuaca dingin, karena panas yang sangat terik adalah panas dari neraka Jahannam.” (HR. al-Bukhari no. 3259)
Dari Anas bin Malik z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau kalian melihat apa yang aku lihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Para sahabat berkata, “Apa yang engkau lihat, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Aku telah melihat surga dan neraka.” (HR. Muslim no. 426)
Dalam tulisan ini, kami hanyalah membahas tentang neraka. Kita akan mencoba mengilmui sebagian pembahasan tentang neraka: sifat-sifatnya, macam-macam siksa di dalamnya, dan cara menyelamatkan diri dari neraka.
Sifat-Sifat Neraka
Telah banyak nash dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjelaskan sifat-sifat neraka. Kami hanya akan menyampaikan sebagian kecilnya, mudah-mudahan menjadi nasihat bagi kita semua.
1. Neraka memiliki tujuh pintu
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (al-Hijr: 44)
2. Malaikat penjaga neraka
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)
Dalam ayat lain:
“Mereka berseru, ‘Wahai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja.’ Dia menjawab, ‘Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)’.” (az-Zukhruf: 77)
3. Besarnya neraka
Dari Ibnu Mas’ud z, Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Didatangkan neraka di hari itu, dalam keadaan ia memiliki 70.000 tali kekang, setiap tali kekang diseret 70.000 malaikat.” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi)
4. Panas neraka
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Katakanlah, “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya),” jika mereka mengetahui. (at-Taubah: 81)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Api kalian, yang dinyalakan bani Adam, adalah satu bagian dari tujuh bagian panasnya api neraka.” (HR. al-Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843)
5. Kedalaman neraka
Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sedang bersama sahabatnya, tiba-tiba mereka mendengar suara. Beliau shalallahu alaihi wassalam berkata:
“Tahukah kalian, apakah itu?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau berkata, “Itu adalah batu yang dilemparkan ke dalam Jahanam sejak tujuh puluh musim yang lalu. Sekarang baru sampai dasarnya.” (HR. Muslim no. 2844)
6. Makanan dan minuman penduduk neraka
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kemudian sesungguhnya kalian, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, yang akan memenuhi perut kalian. Sesudah itu, kalian akan meminum air yang sangat panas. Maka kalian minum seperti unta yang sangat haus. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan.” (al-Waqi’ah: 51—56)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Seandainya satu tetes zaqqum menetes di dunia, niscaya akan merusak kehidupan penduduk dunia. Bagaimana (kira-kira pengaruhnya) bagi orang yang memakannya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i, lihat Shahih Jami’ no. 5126)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“… Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (al-Kahfi: 29)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah.” (Ibrahim: 16)
Sifat dan Keadaan Penghuni Neraka
Tubuh penduduk neraka akan dijadikan besar oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
1. Tebal kulitnya
Dari Abu Hurairah z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya, tebal kulit seorang kafir (di neraka) ialah 42 hasta ukuran orang kuat yang besar. Giginya sebesar Gunung Uhud, dan sungguh tempat duduknya dia di Jahannam seluas Makkah dan Madinah.” (HR. at-Tirmidzi dan al-Hakim. Lihat Shahihul Jami’ no. 2110)
Namun, karena dahsyatnya neraka, kulit tersebut matang ketika terbakar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (an-Nisa: 56)
2. Gigi penghuni neraka
Dari Abu Hurairah z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Gigi orang kafir (di neraka) atau gigi taringnya seperti Gunung Uhud.” (HR. al-Bazzar. Lihat Shahihul Jami’ no. 3784)
Macam-Macam Azab di Neraka
Azab yang terjadi di neraka bermacam-macam. Kami akan menyebutkan beberapa hal yang sering kita dengar.
1. Orang yang paling dahsyat siksanya
Dari Ibnu Mas’ud z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata:
“Orang yang paling dahsyat siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar (makhluk bernyawa).” (HR. Ahmad. Lihat Shahihul Jami’ no. 1559)
Dari Ibnu Mas’ud z juga, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dahsyat siksanya pada hari kiamat adalah seseorang yang membunuh nabi atau dibunuh oleh nabi, dan seseorang yang membuat berhala.” (HR. Ahmad. Lihat Shahihul Jami’ no. 1011)
Dari Khalid bin Walid z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Manusia yang paling dahsyat siksanya adalah orang yang paling bengis ketika menyiksa manusia di dunia.” (HR. Ahmad. Lihat Shahihul Jami’ no. 1009)
2. Tangisan penduduk neraka
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Mereka merintih di dalam api dan mereka di dalamnya tidak bisa mendengar.” (al-Anbiya: 100)
Dari Abdullah bin Qais z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Sungguh penduduk neraka akan menangis. Seandainya perahu dijalankan di genangan air mata mereka, niscaya perahu tersebut akan berjalan. Kemudian mereka akan menangis darah sebagai ganti air mata mereka.” (HR. Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 1679)
3. Lolongan penghuni neraka
Dari Abu Umamah al-Bahili z, dia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Datang dua orang laki-laki, lalu memegang kedua lenganku dan membawaku ke gunung yang susah dilalui. Keduanya berkata, ‘Naiklah.’ Aku jawab, ‘Aku tidak bisa.’ Keduanya berkata, ‘Kami akan mempermudahmu.’ Aku pun naik. Ternyata aku di dataran gunung. Tiba-tiba aku mendengar suara yang keras. Aku katakan, ‘Suara apa itu?’ Keduanya berkata, ‘Itu adalah lolongan penduduk neraka’.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Lihat ash-Shahihah no. 3951, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad)
4. Azab bagi orang yang berbuka di bulan Ramadhan sebelum waktunya
Dari Abu Umamah al-Bahili z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “… Kemudian keduanya membawaku, ternyata ada satu kaum yang digantung dalam keadaan kaki di atas dan mulut mereka robek-robek. Darah mengalir dari mulut mereka. Aku berkata, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah orang yang berbuka di bulan puasa sebelum dihalalkan berbuka’.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Lihat ash-Shahihah no. 3951, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad)
5. Azab bagi pezina
Masih hadits dari Abu Umamah al-Bahili z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “… Kemudian keduanya membawaku, ternyata ada satu kaum yang tubuh mereka sangat besar, bau tubuhnya sangat busuk, paling jelek dipandang, dan bau mereka seperti bau tempat pembuangan kotoran (comberan). Aku tanyakan, ‘Siapakah mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah pezina laki-laki dan perempuan’.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Lihat ash-Shahihah no. 3951, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad)
6. Azab bagi wanita yang tidak mau menyusui anaknya
Pada lanjutan hadits Abu Umamah al-Bahili z di atas, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “… Kemudian keduanya berangkat membawaku, ternyata ada wanita-wanita yang puting susu mereka digigit ular. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah wanita yang tidak mau memberikan air susu mereka kepada anak-anak mereka’.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Lihat ash-Shahihah no. 3951, dan dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad)
7. Ular dan kalajengking neraka
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memberitakan bahwa jika ular di neraka menyengat satu gigitan, akan menyebabkan panas demam selama empat puluh musim. Demikian juga kalajengking di neraka, apabila menggigit satu gigitan akan menyebabkan panas demam selama empat puluh musim. (HR. al-Baihaqi, lihat ash-Shahihah no. 3429)
8. Penduduk neraka yang paling ringan azabnya
Dari Abu Hurairah z, Nabi shalallahu alaihi wassalam berkata, “Sesungguhnya penduduk neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang dipakaikan kepadanya dua sendal dari api neraka, lantas mendidih otaknya karenanya.” (HR. Ahmad dan al-Hakim, lihat ash-Shahihah no. 1680)
Penutup
Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan bahwa iman kepada neraka mestinya mengharuskan kita memperbanyak amal saleh yang merupakan sebab selamatnya seseorang dari api neraka.
Di antara amalan terpenting yang mesti kita lakukan adalah memperkuat tauhid. Tauhid adalah faktor utama yang menjadi sebab selamatnya seseorang dari api neraka. Dari Jabir z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Barang siapa berjumpa dengan Allah (meninggal) dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun pasti masuk surga.”
Dari Itban z, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Allah mengharamkan neraka dari seseorang yang mengucapkan, ‘La ilaha illallah,’ dalam keadaan mengharapkan wajah Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Setelah itu, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah meninggalkan perkara-perkara bid’ah dengan cara senantiasa mengikuti jejak Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para sahabatnya g. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan: 72 golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu al-jamaah.”
Dalam satu riwayat, “Yaitu orang-orang yang mengikuti jalanku dan jalan sahabatku sekarang ini.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Tidak kalah pentingnya, selain beramal, seseorang juga hendaknya mengiringinya dengan banyak berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Di antaranya adalah berdoa minta dimasukkan ke surga dan dilindungi dari neraka.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata, “Barang siapa meminta surga kepada Allah tiga kali, surga akan berkata, ‘Ya Allah, masukkanlah dia ke surga.’ Barang siapa meminta perlindungan dari neraka kepada Allah tiga kali, neraka akan berkata, ‘Ya Allah, lindungilah dia dari neraka.’ (Shahihul Jami’ no. 6151)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari dahsyatnya api neraka dan memasukkan kita dengan rahmat-Nya ke dalam surga-Nya yang abadi.
“Ya Allah, kami memohon surga kepada-Mu dan berlindung kepada-Mu dari neraka.”
Sumber :
Dahsyatnya Neraka, (ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak),
Majalah AsySyariah Edisi 073
http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/05/22/dahsyatnya-neraka/
Rasa Takut dan Berharap Yang Baik Bagi Seorang Muslim
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang pemuda yang sedang menjelang sakaratul maut (saat menjelang kematian), maka beliau bertanya kepada pemuda tersebut:
“Apa yang kamu rasakan (dalam hatimu) saat ini?”. Dia menjawab: “Demi Allah, wahai Rasulullah, sungguh (saat ini) aku (benar-benar) mengharapkan (rahmat) Allah dan aku (benar-benar) takut akan (siksaan-Nya akibat dari) dosa-dosaku”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah terkumpul dua sifat ini (berharap dan takut) dalam hati seorang hamba dalam kondisi seperti ini kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkannya dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutkannya”[1]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan adanya sifat berharap dan takut kepada Allah secara seimbang dalam diri seorang hamba, sekaligus menunjukkan keutamaan bersangka baik kepada Allah Ta’ala, terutama pada waktu sakit dan saat menjelang kematian[2], sebagaimana perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah salah seorang dari kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan dia bersangka baik kepada Allah”[3]
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
- Dua sifat inilah yang dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang paling mulia di sisi-Nya, para Nabi dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Allah Ta’ala memuji mereka dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan (perasaan) harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu‘” (QS al-Anbiyaa’:90).
- Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ar-raja’ (berharap) adalah bahwa jika seorang hamba melakukan kesalahan (dosa atau kurang dalam melaksanakan perintah Allah) maka hendaknya dia bersangka baik kepada-Nya dan berharap agar Dia menghgapuskan (mengampuni) dosanya, demikian pula ketika dia melakukan ketaatan (kepada-Nya) dia berharap agar Allah menerimanya. Adapun orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kemudian dia berharap Allah tidak menyiksanya (pada hari kiamat) tanpa ada rasa penyesalan dan (kesadaran untuk) meninggalkan perbuatan maksiat (tanpa melakukan taubat yang benar kepada Allah), maka ini adalah orang yang tertipu (oleh setan)”[4]
- Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Orang mukmin bersangka baik kepada Rabb-nya (Allah Ta’ala) maka dia pun memperbaiki amal perbuatannya, sedangkan orang orang kafir dan munafik bersangka buruk kepada Allah maka mereka pun memperburuk amal perbuatan mereka”[5]
- Sebagian dari para ulama menjelaskan bahwa dalam kondisi sehat lebih utama menguatkan sifat al-khauf (takut) daripada ar-raja’ (berharap), agar seseorang tidak mudah lalai dan lebih semangat dalam beramal shaleh. Adapun ketika sakit, apalagi saat menjelang kematian, lebih utama menguatkan sifat ar-raja’ (berharap) untuk menumbuhkan persangkaan baik kepada Allah Ta’ala.[6]
Sumber: Terkumpulnya Sifat Takut dan Harap, oleh Ustadz Abdullah Taslim. MA (www.ibnuabbaskendari.wordpress.com)
http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/10/05/rasa-takut-dan-harap-yang-baik-bagi-seorang-muslim/
http://maripeduli.blogspot.com/search/label/Baca%20dan%E2%80%A6..menangislah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar