Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat siang.
Selagi
mampu, ada peluang, ada fasilitas, harus ada kemauan untuk mancari langkah-langkah kecil yang besar
manfaatnya bagi orang banyak, dengan berbagi tidak akan mengurangi yang kita
punya tapi sebaliknya, selamat beraktifitas
kembali setelah beristirahat menikmati makan siang, semoga selalu berada dalam
Berkah dan Lindungan dari ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala..
Perbedaan
Simpati dan Empati
Simpati
Simpati adalah suatu proses dimana seseorang merasa tertarik terhadap pihak
lain, sehingga mampu merasakan apa yang dialami, dilakukan dan diderita orang
lain. Dalam simpati, perasaan memegang peranan penting. Simpati akan
berlangsung apabila terdapat pengertian pada kedua belah pihak Simpati lebih
banyak terlihat dalam hubungan persahabatan, hubungan bertetangga, atau
hubungan pekerjaan.
Seseorang merasa simpati dari pada orang lain karena sikap, penampilan, wibawa,
atau perbuatannya. Misalnya, mengucapkan selamat ulang tahun pada hari ulang
tahun merupakan wujud rasa simpati seseorang.
Empati
Empati mirip perasaan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan
saja, melainkan diikuti perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Contoh bila
sahabat kita orangtuanya meninggal, kita sama-sama merasakan kehilangan.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1948138-perbedaan-simpati-dan-empati/
Empati: Sebuah Resonansi dari
Perasaan
Empati
berasal dari bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti “ketertarikan fisik”. Sehingga
dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi,
dan merasakan perasaan orang lain.
Menurut
KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau
merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau
kelompok lain.
Sedangkan
Eileen R. dan Sylvina S (Kompas, 18 Nop.2006) menjelaskan bahwa empati adalah
kegiatan berpikir individu mengenai “rasa” yang dia hasilkan ketika berhubungan
dengan orang lain.
Menurut
Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang
lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan
sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan
orang lain itu. Bullmer menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap
orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati
menekankan kebersamaan dengan orang lain lebih daripada sekadar hubungan yang
menempatkan orang lain sebagai obyek manipulatif.
Taylor
menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang
saling memercayai. Ia memandang empati sebagai usaha menyelam ke dalam perasaan
orang lain untuk merasakan dan menangkap makna perasaan itu. Empati memberikan
sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling memercayai karena empati
mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara
tepat.
Sedangkan
Alfred Adler menyebut empati sebagai penerimaan terhadap perasaan orang lain
dan meletakkan diri kita pada tempat orang itu. Empathy berarti to
feel in, berdiri sebentar pada sepatu orang lain untuk merasakan betapa
dalamnya perasaan orang itu.
Senada
dengan Adler, Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara
terhadap sebagian atau sekurang-kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain.
Berempati tidak melenyapkan kedirian kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang
ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain
yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak
identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan
tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita
berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan
mendengarkan bukan sekadar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya:
siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya.
Menurut
definisi Thomas F. Mader & Diane C. Mader (Understanding One Another:
1990), empati adalah kemampuan seseorang untuk share-feeling yang dilandasi
kepedulian. Kepedulian ini ada tingkatan-tingkatannya
Resonansi
Perasaan
Empati
sering disebut-sebut sebagai resonansi dari perasaan. Secara fisika berarti
ikut bergetarnya suatu benda karena persamaan frekuensi. Dengan empati,
seseorang akan membuat frekuensi perasaan dalam dirinya sama dengan frekuensi
perasaaan yang dirasakan orang lain. Sehingga ia turut bergetar, turut
memahami, sekaligus merasakan apa yang dirasakan orang lain. Karena pikiran,
kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang
yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain.
Empati
ini sangat kita butuhkan. Empati ini akan membuat kita terbiasa melihat sesuatu
dari sisi yang lain. Empati akan membuat kita bisa cepat memisahkan orang dan
masalahnya; empati akan mendorong kita untuk lebih melihat bagaimana
menyelesaikan masalah ketimbang bagaimana menyerang orang.
Belajar
Berempati dari Tokoh Terdahulu
Seorang
pemimpin sangat dituntut profesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya, sebagai
contoh pemimpin kharismatik India Mahatma Gandhi yang menjadi inspirasi gerakan
kemerdekaan di Asia pada era 40-50 an, misalnya, yang memilih berpakaian hanya
selembar kain gandum karena seperti itulah rakyat kebanyakan.
Atau
juga tengok Bapak Koperasi kita Bung Hatta yang menjadi sangat dikenang selain
karena intelektualitasnya juga karena kesederhanaan dan kejujurannya. Semua
bentuk empati dan simpatinya itulah yang membuat mereka menjadi jauh lebih
paham seperti apa rakyat yang dipimpinnya ketimbang mereka-mereka yang memilih
gaya borjuis saat menjadi elit politik.
Saat
ini bangsa kita sedang membutuhkan orang-orang yang memiliki “sense of empati”
yang tinggi, yang memiliki kepekaan empati. Empati itu tidak hanya dibutuhkan
ketika bangsa kita sedang terpuruk dengan berbagai bencana yang melanda.
Sebagai contohnya, ketika bangsa kita sedang tertimpa musibah tsunami aceh.
Rakyat Indonesia berbondong-bondong menyumbangkan apa yang dimiliki, baik
sumbangan berbentuk materi, tenaga, maupun dengan doa. Rakyat Indonesia saat
itu memang tampak benar-benar bersatu, bersatu ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh saudara-saudara di Aceh, kehilangan sanak keluarga yang
tercinta, kehilangan harta bernda, kehilangan bagian-bagian tubuh, merasakan
kehilangan hal-hal berharga yang dimiliki, dan semua itu telah membuat kita
bersatu.
Pertanyaannya
apakah kita harus ditegur dulu dengan musibah semacam itu disertai ribuaan
nyawa yang hilang terlebih dahulu untuk mengaktifkan sensor empati kita? Jika
kita ingin mengikuti jejak tokoh terdahulu yang menunjukka empatinya atas
penderitaan rakyat yang dipimpinnya, rasanya Indonesia akan segera bangkit dari
keterpurukan ini. Ya… keterpurukan yang bukan disebabkan oleh mati surinya
industri atau perekonomian. Tapi lebih kepada matinya hati karena enggan
berbagi dan merasakan pahit getirnya kehidupan saudaranya yang lain.
Kini,
empati menjadi suatu yang harus hidup dalam sanubari karena dengan berempati,
menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang masih hidup, manusia yang
berperasaan, dan akhirnya menuntun kita menjadi manusia yang bermanfaat untuk
sesama.
“Maut bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup
Yang terbesar adalah apa yang mati dalam sanubari sementara
kita masih hidup”
(Norman
Cousins)
Empati Itu Bukan Mengasihani
Salah satu mimpi besar saya adalah
memutus rantai kemiskinan satu juta orang rakyat Indonesia. Dalam upaya
mewujudkannya, saya pernah salah melangkah. Pernah suatu ketika saya bertemu
sebuah keluarga yang kehidupannya sangat miskin dengan anak-anak yang cerdas.
Melihat fakta itu, saya memberikan sumbangan rutin setiap bulan.
Usai pulang mendalami proses
pemberdayaan di Philipina tahun 2004 saya tersadar bahwa apa yang saya lakukan
itu salah. Karena, ternyata sumbangan rutin yang saya berikan menjadikan kepala
rumah tangga keluarga tersebut malas dan tergantung dengan saya. Berempati
kepada orang lain dengan cara “mengasihani” seperti itu justru berakibat
“menjerumuskan”.
Berempati itu setidaknya memiliki
tiga syarat: memahami, memotivasi dan memberdayakan. Makna memahami adalah
menyediakan dua telinga kita dengan sangat baik untuk mendengarkan problema
yang mereka hadapi. Memperhatikan dengan seksama saat ada orang yang bicara
dengan kita. Selain itu, memahami juga bermakna kita berupaya mengetahui semua
potensi diri orang itu dengan utuh dan objektif.
Sedangkan memotivasi bermakna, kita
harus mampu meyakinkan kepada orang tersebut bahwa ia sanggup menemukan solusi
atas semua permasalahan yang ia hadapi. Ia harus kita yakinkan agar aktif
mencari solusi, bukan membiarkan mengeluh dan merasa ia menjadi korban.
Sementara memberdayakan itu bila
kita mampu menjadikan orang tersebut keluar dari permasalahannya dan bangkit
menjadi jauh lebih baik. Orang tesrebut tidak hidup dari belas kasihan orang
lain termasuk Anda. Bahkan ia mampu mandiri, berdiri di atas kaki sendiri. Ia
mampu menggunakan potensi yang ada di dalam dirinya untuk mengoptimalkan
hidupnya.
Jadi, berhati-hatilah saat Anda
berempati atas kesulitan orang lain. Salah memberi perlakuan akan membuat hidup
orang yang Anda bantu justru terjerumus ke dalam jurang permasalahan yang
semakin dalam. Pastikan saat Anda berempati didalamnya terkandung makna
memahami, memotivasi, dan memberdayakan. Ayo terus inspirasi Indonesia!
Salam SuksesMulia!
Mencari Empati Yang Hilang
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Kalau orang-orang di Barat sana macam Daniel Goleman dan Patricia Patton baru mempelajari empati di abad ini, kaum muslimin sudah mengetahuinya hampir 14 abad yang lalu. Simak saja bunyi hadits ini: “Hak muslim atas muslim ada; menjawab salam, mendoakan kepada orang yang bersin, menyahut undangan, menziarahi orang sakit dan mengiringi jenazah”
Dalam satu ayat Al-Qur’an Allah SWT.Menyebut ciri-ciri kaum muslimin sebagai ,”kasih sayang pada sesama ( QS.al-Fath:29 )
Empati dan Kasih Sayang
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Hilangnya rasa empati terhadap sesama
Mengasah Empati Berbagi Simpati
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Empati Seorang Anak
Mencari Empati Yang Hilang
Berbagi Empati Dari Hati ke Hati
Menumbuhkan Empati pada Anak - Generasi Terbaik untuk
MENUMBUHKAN EMPATI
Menambah karakter welas asih dan empati pada anak