Button header
Photo FB
My Link
Rabu, 25 Desember 2013
CINTA CICAK
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Minggu, 22 Desember 2013
KUPU-KUPU
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Sabtu, 21 Desember 2013
PERAMPOK
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Senin, 16 Desember 2013
PENANTIAN SANG AYAH
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Kamis, 05 Desember 2013
PEMBUNUH IMPIAN
Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Selasa, 12 Februari 2013
Dzikir
1. Definisi dan Dalil Dzikir :
Dzikir menurut konteks bahasa mengandung beberapa pengertian, mengandung arti "Menceritakan" (QS. Maryam : 56), "Al-Qur'an" (QS. Al-Anbiya : 50), "Shalat" (QS. Al Baqarah : 239), "Wahyu" (QS. Al Qamar : 25) dan sebagainya.
Arti Dzikir yang sebenarnya adalah suatu cara / media untuk menyebut/mengingat nama Allah, jadi semua bentuk aktivitas yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah dinamakan dzikir seperti shalat (QS. Thoha : 14), tetapi lebih spesifik lagi dzikir dibatasi dengan kata mengingat Allah dengan lisan dan hati. Dalil berdzikir (QS. Al Ahzab : 41). (QS. Al Baqarah : 152).
"Siapa yang ingin bersenang - senang ditaman syurga, perbanyaklah dzikir". (HR.Thabrani).
2. Sebutan dan nama dalam Dzikir.
Untuk mempermudah mengingat dzikir para ulama memberi sebutan dzikir yang digunakan dalam keadaan tertentu.
-Basmalah : diucapkan setiap memulai sesuatu
-Hamdalah / Tahmid : diucapkan setiap meakhiri sesuatu
-Istigfar : diucapakan ketika melihat / mendengar sesuatu yang tidak diinginkan atau untuk memohon ampun
-Hauqalah : diucapkan ketika melihat / mendengar sesuatu yang dibenci.
-Al Masyiah : diucapakan apabila ingin mengerjakan sesuatu yang hebat atau ajaib.
-Tahlil / Syahadah : diucapkan ketika memasukkan orang non muslim kedalam agama islam / bacaan wajib bagi orang muslim didalam shalat.
-Tasbih : diucapkan ketika melihat atau mendengar kekuasaan Alloh.
Pemberi nama dalam dzikir biasanya diberikan nama orang yang pertama mendapatkan dzikir atau orang yang yang menyusun dzikir-dzikir dalam satu susunan, seperti Hijib Nawawi dzikir yang ditulis oleh Syeikh Nawawi Al-Bantany, Ratib Al-Haddad dzikir yang disusun oleh Al Habib Alawi Al Haddad, Ratib Al-Aththas dzikir yang disusun oleh Al Habib Ali bin Husain Al Aththas..
3. Anggota tubuh dalam Dzikir.
Pada hakikatnya semua anggota tubuh manusia dapat digunakan sebagai dzikir asalkan digunakan untuk bersyukur atau mendekatkan diri kepada Alloh, seperti shalat ,puasa dan pergi haji . Tetapi para ahli tasauf membagi dzikir itu dengan dua bagian :
1. Dzikir Billisan :
Berdzikir dengan menggunakan lidah dan menggerakkan kedua bibir.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. "(QS. Annisa : 103).
Mu'az bertanya kepada Nabi tentang amal yang paling utama. Nabi menjawab : "Sampai mati lidahmu basah dengan berdzikir kepada Alloh". (HR. Al Baihaqi). Dalam Hadits Qudsi dikatakan : "AKU selalu bersama hambaKU apabila ia mengingatKU dengan menggerakkan kedua bibirnya".
Berzikir dengan lisan ada dua cara :
Pertama : Sir : berdzikir dengan suara perlahan sekiranya hanya terdengar oleh telinga orang yang berdzikir, orang tasauf menamakan dzikir ini adalah "Azzikru Bissirry" yang merupakan cara berdzikir yang paling Afdhol.
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
"Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al Araf : 205).
Kedua :Jahar : berdzikir dengan suara keras sekira terdengar telinga orang yang berdzikir dan orang yang didekatnya.
2. Dzikir Bilqolbi :
Berzikir dengan menggunakan hati dan sama sekali tidak terdengar oleh telinga. (QS. Ali Imran : 135).
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (QS. Ar-Rad : 28)
Setiap zikir Billisan dan Bilqolbi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Zikir billisan dengan suara jahar kelebihannya disamping berzikir secara tidak langsung dapat mengajarkan orang yang disekitarnya untuk mengikuti zikirannya seperti zikir sesudah shalat Fardhu yang dipandu oleh imam.
Sabda Nabi : "Siapa yang mengajarkan / menunjukkan seseorang dalam kebaikan pahalanya sama dengan orang yang mengarjakannya". Akan tetapi kekurangannya dekat kemungkinan menjadikan orang yang berzikir menjadi Riya ( rasa ingin dipuji) dan Ujub (merasa dirinya lebih dari orang lain), kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah. Zikir dengan Sir atau Bilqolbi pahala dan zikirannya hanya untuk orang yang membaca zikir tersebut, tetapi jauh kemungkinan menimbulkan sifat yang buruk.
4. Jumlah dalam ber-Dzikir :
Pada hakikatnya Allah menyuruh hambanya banyak berzikir dan jangan sampai lalai kepadaNya dalam sedetikpun.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya" (QS. AL Ahzab : 41)
وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيل
"Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang " (QS. AL Ahzab : 42)
Bahkan termasuk golongan orang munafik yang sedikit zikirnya. tetapi ada zikir yang dibatasi dengan jumlah tertentu karena mempunyai keistimewaan dan ada maksud tertentu. Sabda Nabi :"Aku ber-Istigfar sehari semalam 100 kali ".
Istigfar ini menunjukkan rasa syukurnya beliau dijadikan Nabi yang Makshum (terbebas dari dosa). "Siapa yang membaca :Laa ilaaha illalloh wahdahu laasyariilalah lahul mulku wahul hamdu wahuwa alaa kulli syai'in qodiir.sehari 200 kali maka orang-orang yang sesudah dan sebelum-mu selalu berbuat baik kepadamu".
Jumlah zikir dengan bilangan tertentu sering dipakai oleh para Ahli Thariqah dan Ahli Hikmah, karena mempunyai kelebihan dan tujuaan tertentu, seperti membaca Shalawat "Kamilah" 4444 kali dengan maksud keselamatan dan bentang dari musuh.Angka-angka yang mereka tentukan berdasarkan dari hasil Mujahadah (kesungguhan jiwa) dan Riyadhah (latihan jiwa) dalam menjalankan tasauf .
5. Sikon dalam ber-Dzikir dan larangannya :
Pada dasarnya berzikir tidak dibatasi dengan sesuatu apapun, karena mengingat kepada Sang Pencipta tidak boleh dibatasi oleh apapun, kecuali ada hal-hal tertentu yang dilarang untuk mengerjakannya.
Berzikir boleh dilakukan dalam kondisi berdiri, duduk atau berbaring
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. " (QS. An-Nisa : 103).
Ibnu Abbas berkata : "Ayat ini mengandung pengertian boleh berzikir pada waktu siang atau malam, didaratan atau dilautan, sedang bepergian dalam kendaraan atau disuatu tempat dan dalam kondisi apapun seperti, sakit atau sehat, sendiri atau ramai ".
Larangan dalam berzikir :
Zikir Bilqolbi tidak ada larangan sama sekali, tetapi zikir Billisan mempunyai larangan tertentu :
1. Berzikir pada tempat yang bernajis seperti WC atau kamar mandi.
2. Wanita yang sedang Haidh atau orang yang sedang junub (hadats besar) dilarang membaca sesuatu yang diambil dari Al Quran, seperti Basmalah atau Innalillahi wainna ilahi raajiun dengan maksud membaca Al Quran.
لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
"tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan."(QS. Al Waqiah : 79). Sabda Nabi : "Tidak boleh ada yang menjamah Al Qur'an kecuali orang yang suci"
3. Orang yang sedang menjalankankan maksiat kepada Alloh , seperti sedang berjudi, berzina atau meminum- minuman keras dengan maksud mengejek Alloh.
6. Mashdar Dzikir :
Mashdar zikir artinya tempat / sumber pengambilan zikir yang kita peroleh dan kita amalkan.Mashdar zikir ada dua :
1. Ma'tsur yaitu sumber pengambilan zikir dari Al Quran atau Assunah. Banyak zikir-zikir atau doa yang tertera didalam Al Quran dan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.seperti (QS. Al Baqarah : 156) dan Hadits diatas. Berzikir secara Ma'tsur lebih utama daripada yang bukan Ma'tsur, karena sumbernya langsung dari Alloh dan Rasul.
2.Gairu Ma'tsur yaitu sumber pengambilan zikir dari para ulama tasauf atau Ahli Hikmah yang tidak ada didalam Al Quran atau Assunah, seperti zikir Asmaul A'dzom, hizib. Mengamalkan zikir Gairu Ma'tsur sebaiknya dengan memakai Ijazah (QS. Al Fathu : 10) agar silsilahnya sampai kepada Nabi yang Ma'tsur, karena pada umumnya para ahli tasauf mendapatkan zikir dari Nabi secara gaib walaupun secara fisik Nabi sudah wafat, tetapi pada Hakikatnya beliau masih hidup
7. Tingkatan orang yang ber-Dzikir :
Meskipun manusia diciptakan Alloh dengan sempurna, tetapi ada manusia yang paling mulia disisiNYa yaitu manusia yang paling bertaqwa. (QS. Al Hujarat : 15) dan mereka yang mendapatkan warisan ilmu dari Alloh. (QS. Al Mujadalah : 11). Sabda Nabi : "Siapa yang mengamalkan sesuatu yang ia dapatkan (dari Allah dan Rasul) maka Alloh wariskan pengetahuan yang tidak pernah diketahui (orang)".
Dalam ilmu tasauf orang terbagi atas dua golongan :
Pertama : Orang Awam yaitu golongan yang derajatnya belum mencapai Ma'rifat, golongan awam zikirnya hanya sebatas menyebut / mengingat Allah semata.
Kedua : Orang Arifin yaitu golongan yang derajatnya sudah mencapai Ma'rifat, bagi orang Arifin berzikir wajib hukumnya, bila sekejap mereka lupa kepada Alloh maka berdosa baginya dan zikirnya bukan sekedar menyebut / mengingat Alloh akan tetapi mendekatkan diri kepada yang Zat yang Maha Esa.seperti Zikir Asma'ul ‘Adzom dan zikir Nafi - Itsbat. Seorang sufi berkata : "Jika keinginanku terlintas bukan kepada-MU dan hatiku lalai akan zat-Nya maka aku hukumkan diriku telah murtad"
8. Halaqah zikir atau Majlis Dzikir :
Salah satu cara untuk mendawamkan (kontinyu) berzikir dengan membuat Halaqah (Forum) atau Majlis zikir, minimal dua orang atau lebih. Majlis zikir disamping untuk memberi semangat dalam berzikir juga mengajak orang lain untuk berzikir.
"Tidaklah sekelompok orang berzikir kepada Allah disatu majlis melainkan mengelilingi malaikat dan menurunkan rahmat kepada mereka, maka Alloh ingat kepada mereka siapa saja yang ada disisinya". (QS. Ali Imran : 104).
Para sufi apabila ingin berzikir sendiri maka ia membuat "Jawiyah" yaitu tempat / pojok khusus untuk berzikir dan bila berzikir dilakukan bersama-sama maka mereka membuat "Ribath" yaitu majlis / pesantren khusus untuk zikir bersama.
9. Faidah ber-Dzikir :
Setiap zikir yang dibaca oleh seseorang mempunyai manfaat yang besar didunia dan akhirat. Diakhirat mendapat pahala sebagai balasannya adalah Syurga. Didunia zikir dapat menenangkan jiwa dan dapat dijadikan sebagai renungan yang aplikasinya adalah taqwa. (QS. Ar-Rad : 30). (QS. Az-Zariyat : 55). (QS. Al'Ala : 9).
Menurut ahli kebathinan (ahli Hikmah) orang yang berzikir dengan khusyu dan memakai ritual tertentu zikir tersebut mempunyai pengaruh besar pada raganya, sehingga seseorang yang berzikir jasadnya kuat atau dapat melambung keatas. Umar bin Khaththab ketika beliau terkena anak panah kakinya pada suatu peperangan maka dicabut anak panah tersebut pada waktu beliau sedang shalat agar tidak terasa sakit .
Kata orang Hikmah: Asma Alloh atau Al Quran setiap hurufnya mempunyai khadam yang tersembunyi didalamnya yang suatu saat khadamnya dapat dipanggil dan diperintah oleh orang yang berzikir. "Jangan engkau katakan "ALIF-LAM-MIM" satu rangkaian huruf akan tetapi Alif Lam Mim adalah Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf "Nabi menjelaskan wahwa setiap satu huruf Al Quran yang dibaca mengandung pahala jika dibaca dengan benar, jika dibaca dengan salah maka Al Quran tersebut malah mengutuknya.
"Berapa banyak orang yang membaca Al Quran sedangkan Al Quran malah mengutuknya". Orang Hikmah menganggap semua huruf "Hijaiyyah" disamping mengandung pahala juga mempunyai khadam karena Al Quran, zikir, doa, Asma Alloh dan bacaaan lainnya tersusun dari huruf-huruf tersebut.
Yang sebenarnya khadam yang ada pada zikir adalah para Malaikat yang selalu mendekati orang yang sedang berzikir. "Tidaklah sekelompok orang berzikir kepada Alloh didalam majlis melainkan mengelilingi para Malaikat sambil menurunkan rahmat kepada mereka, Alloh selalu ingat kepada mereka siapa saja yang ada disisiNya". Saya (penulis) yaqin para Malaikat itu dapat kita panggil dan berdialog untuk meminta sesuatu asalkan kita selalu berzikir dan tahu cara bertemunya.
Sumber : http://www.nursyifa.net/info_baru/dalil_dzikir.html
http://dedi5611.blogdetik.com/index.php/hanya-kepada-mu-kami-berlindung/
51 Keutamaan Dzikir
(1) Dengan dzikir akan mengusir setan.
(2) Dzikir mudah mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) Dzikir dapat menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) Dzikir membuat hati menjadi gembira dan lapang.
(5) Dzikir menguatkan hati dan badan.
(6) Dzikir menerangi hati dan wajah pun menjadi bersinar.
(7) Dzikir mudah mendatangkan rizki.
(8) Dzikir membuat orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) Dzikir akan mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) Dzikir akan mendekatkan diri seseorang pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) Dzikir akan mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12) Dengan berdzikir, seseorang akan semakin dekat pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) Dzikir akan semakin menambah ma’rifah (pengenalan pada Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) Dzikir mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) Dzikir akan mudah meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Ibnul Qayyim mengatakan, “Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.”
(16) Dengan dzikir, hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) Hati dan ruh semakin kuat dengan dzikir. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) Dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati disebabkan lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dengan dzikir, taubat dan istighfar.
(19) Dzikir akan menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) Dzikir pada Allah dapat menghilangkan kerisauan.
(21) Ketika seorang hamba rajin mengingat Allah (berdzikir), maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) Jika seseorang mengenal Allah -dengan dzikir- dalam keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) Dzikir akan menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) Dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) Dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) Majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) Orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) Dzikir akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) Karena tangisan orang yang berdzikir, Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
(30) Sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) Dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) Dzikir adalah tanaman surga.
(33) Pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) Senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) Dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) Dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) Dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap (yang lalai). Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) Orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi hamba-Nya. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Kebersamaan yang dimaksudkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) Dzikir dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, juga dapat menyamai seseorang yang menunggang kuda dan berperang dengan pedang (dalam rangka berjihad) di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.”[1]
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sungguh aku banyak bertasbih pada Allah Ta’ala (mengucapkan subhanallah) lebih aku sukai dari beberapa dinar yang aku infakkan fii sabilillah (di jalan Allah).”
(40) Dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).”[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) Makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) Hati itu ada yang keras. Kerasnya hati dapat dilebut dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin sembuh dari hati yang keras, maka perbanyaklah dzikir pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Ketika hati semakin lalai, semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati sebagaimana timah itu dapat meleleh dengan api. Kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah.
(43) Dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) Tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya nikmat dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) Dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan dari malaikat bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) Dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) Dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) Dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan mudah diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) Dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) Orang yang senantiasa berdzikir di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, semisal gunung dan tanah, akan menjadi saksi baginya di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) Jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia (secara berlebihan), dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tersebut. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel '51 Keutamaan Dzikir — Muslim.Or.Id'
http://muslim.or.id/
http://
KENAPA HARUS BERDZIKIR?
Oleh Chandraleka
April 02, 2006
Berikut beberapa manfaat bisa kita dapatkan dari berdzikir :
1.Membuat hati menjadi tenang.
Allah berfirman,
”Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar Ra’d : 28)
Banyak orang yang ketika mendapat kesulitan maka mereka mencari cara–cara yang salah untuk dapat mencapai ketenangan hidup. Diantaranya dengan mendengarkan musik yang diharamkan Allah, meminum khamr atau bir atau obat terlarang lainnya. Mereka berharap agar bisa mendapatkan ketenangan. Yang mereka dapatkan bukanlah ketenangan yang hakiki, tetapi ketenangan yang semu. Karena cara–cara yang mereka tempuh dilarang oleh Allah dan Rasul–Nya.
Ingatlah firman Allah Jalla wa ’Ala di atas, sehingga bila kita mendapat musibah atau kesulitan yang membuat hati menjadi gundah, maka ingatlah Allah, insya Allah hati menjadi tenang.
2.Mendapatkan pengampunan dan pahala yang besar.
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab : 35)
3.Dengan mengingat Allah, maka Allah akan ingat kepada kita.
Allah berfirman,
“Karena itu, ingatlah kamu kepada Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan)”. (Al Baqarah : 152)
4.Dzikir itu diperintahkan oleh Allah agar kita berdzikir sebanyak–banyaknya.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla
“Hai orang–orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak–banyaknya. Dan bertasbihlah kepada – Nya di waktu pagi dan petang.” (Al Ahzab : 41 – 42)
5.Banyak menyebut nama Allah akan menjadikan kita beruntung.
“Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al Anfal : 45)
Pada Al Qur’an dan terjemahan cetakan Al Haramain terdapat footnote bahwa menyebut nama Allah sebanyak – banyaknya, maksudnya adalah memperbanyak dzikir dan doa.
6.Dzikir kepada Allah merupakan pembeda antara orang mukmin dan munafik, karena sifat orang munafik adalah tidak mau berdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit saja. (Khalid Al Husainan, Aktsaru min Alfi Sunnatin fil Yaum wal Lailah, Daar Balansiyah lin Nasyr wat Tauzi’, Riyadh, Terj. Zaki Rahmawan, Lebih dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Bogor, Cetakan I, Juni 2004 M, hal. 158).
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang – orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An Nisaa’ : 142)
7.Dzikir merupakan amal ibadah yang paling mudah dilakukan.
Banyak amal ibadah yang sebetulnya mudah untuk kita lakukan. Semisal :
- Membaca basmillah ketika akan makan / minum
- Membaca doa keluar / masuk kamar mandi
- Membaca dzikir – dzikir sewaktu pagi dan petang
- Membaca doa keluar / masuk rumah
- Membaca doa ketika turun hujan
- Membaca dzikir setelah hujan turun
- Membaca doa ketika berjalan menuju masjid
- Membaca dzikir ketika masuk / keluar masjid
- Membaca hamdalah ketika bersin
- Membaca dzikir – dzikir ketika akan tidur
- Membaca doa ketika bangun tidur
Dan lain–lain banyak sekali amalan yang mudah kita lakukan. Bila kita tinggalkan, maka rugilah kita berapa banyak ganjaran yang harusnya kita dapat, tetapi tidak kita peroleh padahal itu mudah untuk diraih. Coba saja hitung berapa banyak kita keluar masuk kamar mandi dalam sehari?
DZIKIR HARUS SESUAI DENGAN ATURAN ISLAM
Dzikir adalah perkara ibadah, maka dari itu dzikir harus mengikuti aturan Islam. Ada dzikir – dzikir yang sifatnya mutlak, jadi boleh dibaca kapan saja, dimana saja, dan dalam jumlah berapa saja karena memang tidak perlu dihitung.
Tetapi ada juga dzikir – dzikir yang terkait dengan tempat, misal bacaan – bacaan dzikir ketika mengelilingi (thawaf) di Ka’bah. Ada juga dzikir yang terkait dengan waktu, misal bacaan dzikir turun hujan. Juga ada dzikir yang terkait dengan bilangan, misal membaca tasbih, tahmid, dan takbir dengan jumlah tertentu (33 kali) setelah shalat wajib. Tentu tidak boleh ditambah – tambah kecuali ada dalil yang menerangkannya.
Kalau seseorang membuat sendiri aturan – aturan dzikir yang tidak diterangkan oleh Islam, maka berarti dia telah membuat jalan yang baru yang tertolak. Karena sesungguhnya jalan – jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah itu telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Patutkah kita menempuh jalan baru selain jalan yang telah diterangkan oleh Rasul Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Tentu tidak, karena Agama Islam ini telah sempurna. Kita harus mencukupkan dengan jalan yang telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.
Referensi :
1.Al Qur’an
2.Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Dzikir Pagi dan Petang dan Sesudah Shalat Fardhu, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan I, Desember 2004
3.Khalid Al Husainan, Aktsaru min Alfi Sunnatin fil Yaum wal Lailah, Daar Balansiyah lin Nasyr wat Tauzi’, Riyadh, Terj. Zaki Rahmawan, Lebih dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Bogor, Cetakan I, Juni 2004 M
Sumber : http://
http://www.dzikir.org/
http://
7 Faedah Dzikir
Mengingat Allah (baca: dzikir) merupakan pokok daripada syukur. Manfaat yang besar dapat diperoleh dengan mengerjakan amalan ini. Namun, sayang sekali kebanyakan orang melupakan dan melalaikannya. Padahal, faedah dzikir itu banyak sekali, di antaranya adalah:
[1] Mendatangkan pertolongan Allah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152)
[2] Mendatangkan ampunan dan pahala yang besar
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, lelaki maupun perempuan, maka Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)
[3] Sebab hidupnya hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya (Allah) dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya, seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)
[4] Mendatangkan ketentraman jiwa
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28)
[5] Jauh dari perangkap setan
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berpaling dari mengingat ar-Rahman maka akan Kami jadikan setan sebagai pendamping yang selalu menemaninya.” (QS. az-Zukhruf: 36)
[6] Jalan menuju keikhlasan
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berusaha mengelabui Allah, sedangkan Allah justru mengelabui mereka. Apabila mereka berdiri untuk sholat maka mereka berdiri dengan penuh kemalasan, mereka mencari-cari pujian manusia, dan mereka sama sekali tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. an-Nisaa’: 142)
[7] Perlindungan Allah pada hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat… di antaranya adalah seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sepi, kemudian meneteslah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang perlu diingat bahwasanya dzikir yang benar adalah yang dilandasi keikhlasan niat dan dikerjakan dengan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahul muwaffiq.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel '7 Faedah Dzikir — Muslim.Or.Id'
http://muslim.or.id/
http://
Mengenal Jenis Dzikir
Ada pelajaran yang amat menarik dari Ibnul Qayyim rahimahullah. Dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib, juga kitab beliau lainnya yaitu Madarijus Salikin dan Jala-ul Afham dibahas mengenai berbagai jenis dzikir. Dari situ kita dapat melihat bahwa dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) saja. Ternyata dzikir itu lebih luas dari itu. Mengingat-ingat nikmat Allah juga termasuk dzikir. Begitu pula mengingat perintah Allah sehingga seseorang segera menjalankan perintah tersebut, itu juga termasuk dzikir. Selengkapnya silakan simak ulasan berikut yang kami sarikan dari penjelasan beliau rahimahullah.
Dzikir itu ada tiga jenis:
Jenis Pertama:
Dzikir dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
Dzikir jenis ini ada dua macam:
Macam pertama: Sekedar menyanjung Allah seperti mengucapkan “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar”, “subhanallah wa bihamdih”, “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir”.
Dzikir dari macam pertama ini yang utama adalah apabila dzikir tersebut lebih mencakup banyak sanjungan dan lebih umum seperti ucapan “subhanallah ‘adada kholqih” (Maha suci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya). Ucapan dzikir ini lebih afdhol dari ucapan “subhanallah” saja.
Macam kedua: Menyebut konsekuensi dari nama dan sifat Allah atau sekedar menceritakan tentang Allah. Contohnya adalah seperti mengatakan, “Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan hamba-Nya”, “Allah Maha Melihat segala gerakan hamba-Nya, “tidak mungkin perbuatan hamba yang samar dari penglihatan Allah”, “Allah Maha menyayangi hamba-Nya”, “Allah kuasa atas segala sesuatu”, “Allah sangat bahagia dengan taubat hamba-Nya.”
Dan sebaik-baik dzikir jenis ini adalah dengan memuji Allah sesuai dengan yang Allah puji pada diri-Nya dan memuji Allah sesuai dengan yang Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji-Nya, yang di mana ini dilakukan tanpa menyelewengkan, tanpa menolak makna, tanpa menyerupakan atau tanpa memisalkan-Nya dengan makhluk.
Jenis Kedua:
Dzikir dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.
Dzikir jenis ini ada dua macam:
Macam pertama: Mengingat perintah dan larangan Allah, apa yang Allah cintai dan apa yang Allah murkai.
Macam kedua: Mengingat perintah Allah lantas segera menjalankannya dan mengingat larangan-Nya lantas segera menjauh darinya.
Jika kedua macam dzikir (pada jenis kedua ini) tergabung, maka itulah sebaik-baik dan semulia-mulianya dzikir. Dzikir seperti ini tentu lebih mendatangkan banyak faedah. Dzikir macam kedua (pada jenis kedua ini), itulah yang disebut fiqih akbar. Sedangkan dzikir macam pertama masih termasuk dzikir yang utama jika benar niatnya.
Jenis ketiga:
Dzikir dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.
Dzikir dengan Hati dan Lisan
Dzikir bisa jadi dengan hati dan lisan. Dzikir semacam inilah yang merupakan seutama-utamanya dzikir.
Dzikir kadang pula dengan hati saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang kedua.
Dzikir kadang pula dengan lisan saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang ketiga.
Sebaik-baik dzikir adalah dengan hati dan lisan. Jika dzikir dengan hati saja, maka itu lebih baik dari dzikir yang hanya sekedar di lisan. Karena dzikir hati membuahkan ma’rifah, mahabbah (cinta), menimbulkan rasa malu, takut, dan semakin mendekatkan diri pada Allah. Sedangkan dzikir yang hanya sekedar di lisan tidak membuahkan hal-hal tadi.
Pelajaran
Jika kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim di atas, dapat kita simpulkan bahwa duduk di majelis ilmu yang membahas bagaimana mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya, bagaimana mengetahui secara detail hukum-hukum Allah berupa perintah dan larangan-Nya, itu semua termasuk dzikir. Bahkan jika sampai ilmu itu membuahkan seseorang bersegera taat pada Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu bisa menjadi dzikir yang utama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim sebagai fiqih akbar. Namun jika sekedar mengilmuinya saja, itu pun sudah termasuk dzikir. Itu berarti bukan suatu hal yang sia-sia jika seseorang berlama-lama duduk di majelis ilmu untuk mendengarkan nasehat para ulama yang di mana di dalamnya dibahas hal yang lebih detail tentang Allah, dibahas pula berbagai perintah dan larangan-Nya. Ini sungguh merupakan dzikir yang amat utama.
Semoga Allah menganugerahkan pada kita semangat dan keistiqomahan untuk terus belajar dan tidak lalai dari dzikir pada-Nya.
Panggang-Gunung Kidul, 20 Jumadal Ula 1432 H (23/04/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel 'Mengenal Jenis Dzikir — Muslim.Or.Id'
http://muslim.or.id/
http://
Kekuatan Dzikir
Dzikir itu dahsyat. Semakin saya paham tentang cara kerja pikiran, semakin banyak hikmah yang bisa ditemukan dari berbagai ibadah ritual dalam agama Islam. Salah satunya ialah hikmah dari dzikir. Dzikir adalah salah satu pelatihan yang hebat dalam melatih kualitas pribadi umat Islam baik secara ukhrawi maupun duniawi. Kita akan mendapatkan hasil ganda dari dzikir yang kita lakukan.
Untuk memahami makna dzikir secara ukhrawi mungkin kita perlu bertanya kepada ustadz Arifin Ilham. Saat ini saya akan membahas bagaimana hikmah dzikir terhadap kehidupan dunia kita. Ternyata dzikir memberikan makna luar biasa kepada kehidupan kita. Selain hati kita menjadi lebih bening, dzikir akan melatih semangat kita menjadi lebih dahsyat untuk meraih prestasi.
Seperti yang saya bahas dalam artikel Tumaninah Dalam Shalat, ketenangan dalam melakukan sesuatu akan memberikan kemampuan kita mengendalikan pikiran kita. Jika kita melakukan dzikir dengan khusyu’ maka ini akan memberikan latihan yang sangat luar biasa dalam pengendalian pikiran kita.
Bukan hanya itu, makna yang terkandung dari kalimat-kalimat dzikir akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar kita sehingga bisa membentuk akhlaq mulia dalam kehidupan kita. Jika kita melakukan dzikir dengan cara yang benar, tenang, dan sambil menghayati setiap makna dari semua yang kita ucapkan, maka ini adalah suatu bentuk amalan yang sangat luar biasa.
Dengan dzikir bisa membuat kita menjadi Muslim yang lebih shalih. Dengan dzikir bisa membuat kita menjadi Muslim yang kuat, jenius, dan memiliki motivasi tinggi dalam melakukan berbagai hal dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak akan pernah malas lagi dalam melakukan berbagai ibadah baik ibadah ritual dan ibadah muamalah.
Sungguh, dzikir adalah suatu metode yang sangat hebat. Tidak ada metode yang dihasilkan oleh para ahli pengembangan diri melebihi dzikir. Namun sayang, sekali lagi, kita sering menyia-nyiakan rahmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Masih banyak orang yang belum melakukan dzikir dengan benar, bukti nyatanya ialah bagaimana kualitas umat Islam saat ini.
Adalah benar kata para mujahid, bahwa kemunduran umat Islam karena umatnya yang meninggalkan ajaran agama Islam. Bukan agama Islam yang menjadi masalah, tetapi karena justru kita yang meninggalkan Islam dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin kita belum melakukan ibadah yang melibat ruh kita. Marilah kita kembali ke dalam ajaran Islam secara kaaffah, salah satunya dengan rajin dzikir.
http://
Keutamaan memperbanyak istighfar
Salah satu jenis dzikir yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak dan dikerjakan secara rutin adalah istighfar. Istighfar adalah meminta ampunan kepada Allah dengan mengucapkan doa atau dzikir yang menunjukkan pengakuan atas dosa yang kita perbuat, dengan harapan Allah akan memaafkan dan mengampuni dosa tersebut.
Keutamaan istighfar antara lain dijelaskan dalam sebuah hadits berikut ini, oe
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هُمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ "
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Barangsiapa yang senantiasa beristighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kegundahan yang menderanya, jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak ia sangka-sangka." (HR. Abu Daud no. 1518, Ibnu Majah no. 3819, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no. 6421 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kubra no. 10665)
Makna hadits:
- Barangsiapa yang senantiasa beristighfar: Barangsiapa yang senantiasa beristighfar dalam segala kondisi atau meminta ampunan Allah setiap kali melakukan kemaksiatan atau menghadapi musibah.
- niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kegundahan yang menderanya: Allah akan menghilangkan segala kesedihan dan kegalauan yang menyempitkan jiwanya, dan menggantikannya dengan kelapangan dada dan kebahagiaan.
- jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya: Allah akan memberikan solusi dan jalan keluar atas segala kesempitan dan problematika kehidupan yang sedang ia alami.
- dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak ia sangka-sangka: Allah memberinya rizki dengan cara yang tidak pernah ia duga dan pikirkan sebelumnya. (Syamsul Haq 'Azhim Abadi, 'Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, 4/267)
Para ulama menyatakan bahwa sanad hadits di atas lemah karena kelemahan seorang perawi bernama Hakam bin Mush'ab. Meski demikian makna hadits di atas adalah benar dan dikuatkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an dan banyak hadits shahih.
Imam Mulla Ali Al-Qari Al-Harawi (wafat tahun 1014 H) menyatakan bahwa hadits di atas bersumber dari firman Allah Ta'ala:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikannya untuknya jalan keluar dan Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa berserah diri kepada Allahs emata niscaya Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya. Dan Allah telah menetapkan ketentuan atas segala sesuatu." (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Makna hadits di atas juga ditegaskan oleh firman Allah melalui lisan nabi Hud 'alaihis salam:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
"Wahai kaumku, mintalah ampunan Rabb kalian kemudian bertaubatlah kalian kepada-Nya, niscaya Dia mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian dan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan menjadi orang-orang yang banyak berbuat dosa." (QS. Hud [11]: 52)
Juga firman Allah melalui lisan nabi Nuh 'alaihis salam:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
Maka aku katakan kepada kaumku: "Mintalah ampunan Rabb kalian karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian, mengaruniakan kepada kalian limpahan harta dan anak-anak, menjadikan untuk kalian kebun-kebun dan menjadikan untuk kalian sungai-sungai." (QS. Nuh [71]: 10-12)
Salah satu ciri hamba-hamba Allah yang shalih dan meraih surga adalah banyak beristighfar, terlebih pada sepertiga malam yang terakhir, sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran [3]: 17 dan Adz-Dzariyat [51]: 18. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam sendiri telah member tauladan kepada umatnya dengan beristighfar minimal sebanyak 70 kali dalam sehari semalam. Maka sudah selayaknya bagi kita untuk menjadikan istighfar sebagai bagian penting dalam hidup kita sehari-hari. Wallahu a'lam bish-shawab.
(muhib almajdi/arrahmah.com)
http://arrahmah.com/read/
http://
Jumat, 01 Februari 2013
Menangis Karena Allah
Mengapa hati ini senang sekali terbuai dengan kemewahan dunia yang fana dan melupakan kemewahan kampung akhirat yang kekal?Mengapa hati ini membuat mata menjadi sangat sulit melelehkan air mata?
serta menangis karena-Nya?IDi manakah kelembutan hati ini untuk bertaqarrub kepada Allah
?ILari kemanakah hati ini dari berzikir kepada Allah
?UApakah yang menyebabkan hati ini gersang dan keruh untuk selalu mengingat Sang Kekasih, Allah
Dan di manakah posisi kita dari orang-orang yang disebutkan oleh Allah سبحانه وتعلى dalam firman-Nya,
"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'." (QS. Al Isra': 107-109).
Ketika hati tidak lagi tersentuh oleh lantunan indah ayat-ayat suci Al Qur'an dan lebih cenderung mengonsumsi nyanyian-nyanyian cengeng dan berisi maksiat, maka saat itulah hati menjadi keras membatu dan tak dapat melelehkan air mata di kala mengingat dosa-dosa dan peringatan tentang neraka Allah سبحانه وتعلى. Dan di saat itu pulalah, shalat tak lagi terasa nikmat. Munajat tak lagi manis dan hanya jadi aktifitas harian kita sebagaimana aktifitas di kantor, sekolah, kampus, atau lapangan akitifitas lainnya.
Hal ini bisa menimpa siapa saja bila tidak teliti dalam pelaksanaan ibadah kepada Allah سبحانه وتعلى, entah itu pada masalah niat ataukah gerakan-gerakan dalam pelaksanaan tersebut. Namun yang paling pokok dalam masalah tersebut adalah pada masalah niat, yang mana isinya adalah keikhlasan yang melahirkan kelembutan hati lalu diiringi dengan tangisan karena Allah سبحانه وتعلى semata.
Apa Itu Kelembutan Hati?
Para ahli hadits telah menulis sejumlah karya mereka dengan menggunakan istilah atau lafal ar-riqqah, dan memberikan tempat atau bab khusus tentang hal tersebut dalam buku-buku mereka. Mereka menuliskannya dengan judul, "Kitabur Raqaaiq" atau "ar-Riqaaq". Dan tokoh mereka dalam hal ini adalah imam seluruh ahli hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari—rahimahullah.
Lafal ar-raqaaiq atau ar-riqaaq merupakan bentuk plural dari kata "raqiiqah". Hadits-hadits tertentu dikatakan ar-raqaaiq karena di dalam setiap hadits-hadits tersebut terdapat hal yang dapat membuat hati menjadi lembut.
Para ahli bahasa berkata, "Kata ar-riqqah bermakna ar-rahmah (kasih sayang), dan lawan katanya adalah al ghilzhah (kekerasan hati)."
Imam ar-Raghib al Ashfahani—rahimahullah—berkata, "Apabila sifat ar-riqqah (kelembutan) dipakai untuk perangai jiwa, maka kebalikannya adalah "al qaswah" (keras hati), seperti raqiiqul qalbi dan qaasil qalbi keduanya bermakna "berhati keras". (Lihat Fathul Bari juz 11 hal. 233).
Buah Kelembutan Hati
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
Hati yang terdidik di atas ketaatan kepada Sang Mahapengasih akan menjadikan pemiliknya bersifat lemah lembut dan sangat mudah menangis. Dan hal itu disebabkan karena permohonannya yang ikhlas kepada Rabb-nya agar memiliki sifat kelembutan hati untuk melelehkan air mata.
Karenanya, ketika alunan ayat-ayat suci Al Qur'an terlintas di pendengaran orang-orang shaleh, mereka lalu meresapinya hingga masuk ke dalam lubuk hati mereka. Maka pada saat itulah hati mereka bereaksi untuk melelehkan air mata. Walaupun yang mereka dengar hanya sepenggal ayat.
Maka di manakah kita dari orang-orang seperti mereka?
Mungkin kita pernah menangis, atau bahkan sering menangis. Tapi itu bukan karena Allah, mungkin karena kehilangan harta, sakit yang diderita, kerabat yang meninggal, atau bisa jadi untuk menarik perhatian manusia, dan sebagainya.
Memang, masalah tangis adalah persoalan yang sangat sulit dilakukan oleh orang-orang yang memiliki hati yang gersang, keruh, dan kotor. ITerlebih lagi hati yang telah keras membatu dari peringatan Allah berupa ancaman neraka. Sebagaimana firman Allah سبحانه وتعلى,
Hal ini dapat dijumpai pada orang-orang yang hatinya sedang lalai dari pengawasan Allah سبحانه وتعلى.
Masalah ini tidak hanya menimpa orang-orang awam atau orang yang tidak kenal agama ini, tetapi juga bisa menimpa para aktifis dakwah, penuntut ilmu syar'i, bahkan ulama sekalipun, karena tidak mengamalkan ilmu mereka dengan baik. Beribadah hanya karena ingin dikatakan sebagai ahli ibadah, orang alim dan lain sebagainya.
Sebab-sebab Lembutnya Hati
1. Memelihara hati dari penyimpangan dan dosa
Dalam bahasa Arab, hati dinamakan dengan al qalbu, karena sifat dan keadaannya yang senantiasa berubah-ubah. Sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم ,
Menangis… Beginilah Para Sahabat Menangis
Menangis Karena Takut kepada Allah
Menangis Hanya Karena Allah
Sufyan berkata: “Menangis itu ada 10 macam, yakni 9 karena selain Allah dan satu karena Allah. Bila menangis karena Allah itu datang sekali dalam setahun, maka itu sudah terbilang banyak.” [Hilyatul Auliya' 7/11]
Anjuran Menangis Karena Allah
Qasamah bin Zuhair berkata, “Abu Musa pernah berkhotbah di kota Bashrah. Ia berkata, “Wahai manusia, menangislah. Jika kalian tidak bisa menangis, maka berusahalah untuk menangis. Karena penghuni Neraka akan menangis dengan mengeluarkan air mata sampai habis. Kemudian mereka akan menangis dengan mengeluarkan air mata darah. Bahkan seandainya di situ dilepaskan beberapa perahu, pastilah akan bisa berjalan.” [Hilyatul Auliya' 1/261]
Keutamaan Menangis Karena Allah
Ka’bul Ahbar berkata, “Sungguh, aku lebih suka menangis karena Allah, lalu air mataku mengalir diatas pipiku, daripada bersedekah dengan emas seberat timbanganku.” [Hilyatul Auliya' 5/366]
Buah Dari Menangis Karena Allah
Wuhaib bin Ward berkata, “Yahya bin Zakariya ‘alaihis salam memiliki dua garis dipipinya akibat menangis.” Kemudian ayahnya, Zakariya ‘alaihis salam berkata, “Sungguh, aku hanya meminta kepada Allahs eorang anak yang bisa menjadi penyejuk mataku.” Yahya ‘alaihis salam berkata, “Ayah, sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam memberitahuku bahwa diantara Surga dan Neraka ada sebuah gurun yang hanya bisa dilalui oleh orang yang rajin menangis.” [Hilyatul Auliya' 8/149]
Macam-Macam Tangisan
Yazid bin Maisaroh berkata, “Tangisan itu berasal dari tujuh hal: gembira, sedih, cemas, sakit,riya’, syukur, dan tangisan karena takut kepada Allah. Inilah tangisan yang tetesan air matanya bisa memadamkan api sebesat gunung.” [Hilyatul Auliya' 5/235]
Cara Mengundang Tangisan
Shalih al-Murri berkata, “Tangisan itu bisa diundang dengan cara memikirkan dosa, jika direspons positif oleh hati. Jika tidak, maka alihkan kepada kengerian dan kedahsyatan hari Kiamat, jika direspons positif. Jika tidak, maka tawarkanlah kepadanya untuk berguling-guling di antara nampan-nampan api (Neraka).” Kemudian ia pun menangis dan pingsan. Dan orang-orang pun berteriak histeris. [Hilyatul Auliya' 6/167]
Orang-Orang Shalih Terdahulu Yang Menangis Karena Takut Kepada Allah
1. Abdussalam (mantan budak Maslamah bin Abdul Malik) berkata, “Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, lalu Fathimah ikut menangis. Namun mereka tidak tahu apa yang membuat mereka menangis. Ketika mereka selesai menangis, Fathimah bertanya, “Ya Amirul Mukminin, mengapa anda menangis?” Umar menjawab, “Fathimah, aku teringat hari dimana manusia dipisahkan dari hadapan Allah; satu kelompok di dalam Surga dan kelompok lainnya di dalam Neraka.” Kemudian ia berteriak dan pingsan. [Hilyatul Auliya' 5/269]
2. Apabila Umar bin Abdul Aziz mendengar pembicaraan tentang kematian, maka tubuhnya menggelepar seperti burung dan menangis sampai air matanya mengalir di jenggotnya.” [Hilyatul Auliya' 3/316]
3. Hani’ (mantan budak Utsman bin Affan) berkata, “Apabila Utsman bin Affan berdiri di atas kuburan, ia menangis hingga jenggotnya basa oleh air mata.” [Hilyatul Auliya' 1/61]
4. Malik bin Anas berkata, “Muhammad bin Munkadir adalah penghulu para pembaca. Hampir setiap kali ada orang yang bertanya kepadanya tentang hadits, ia selalu menangis.” [Hilyatul Auliya' 2/147]
5. Abu Ayyub al-A’raj berkata, “Sa’id bin Jubair selalu menangis di malang hari sampai rabun.” [Hilyatul Auliya' 4/272]
6. Sa’id bin Jubair berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih perhatian terhadap kemuliaan Baitullah ini daripada orang Bashrah. Pada suatu malam aku pernah melihat seorang wanita muda bergelayutan pada tirai Ka’bah. Ia memanjarkan doa, menangis dan menghiba sampai meninggal dunia.” [Hilyatul Auliya' 4/276]
7. Ali bin Abdillah berkata, Kami pernah bersama Yahya bin Sa’id al-Qaththan. Ketika ia keluar dari masjid, kami pun keluar bersamanya. Tatkala tiba di pintu rumahnya ia berdiri, dan kami pun berdiri. Lalu ia berkata kepada seorang pria, “Bacalah!” Pria itu pun membaca surat ad-Dukhan. Ketika ia mulai membaca aku melihat Yahya bin Sa’id berubah, hingga ketika sampai pada ayat,
“Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]
Tiba-tiba Yahya menjerit dan pingsan. Ia baru siuman setelah sekian lama. Kemudian kami menemuinya. Ternyata ia tengah tertidur di atas pembaringannya serayas membaca, “Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]. Maka keadaan itu terus berlangsung sampai ia meninggal dunia. [Hilyatul Auliya' 8/383]
Sumber: Disalin dari 1000 Hikmah Ulama Salaf, Bab.Menangis Karena Allah, Hal. 335 dst, Penerbit Elba. by : alqiyamah.wordpress.com
JALAN MENUJU MUHASABAH DIRI
Hasan al-Bashri Rahimahullah berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya karena Allah Ta’ala . Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Dan sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi. Seorang mukmin itu bisa saja dikejutkan oleh sesuatu dan ia takjub kepadanya. Lalu berkatalah ia, ‘Demi Allah, aku benar-benar menginginkanmu. Begitupun kamu adalah bagian dari kebutuhanku. Tetapi, allah tidak memberi alasan bagiku untuk mencapaimu. Duhai, ada jurang diantara kau dan aku!’ Maka sesuatu itu pun lenyap dari hadapannya. Kemudian si mukmin akan kembali kepada dirinya dan berkata, ‘aku tidak menginginkan hal ini! Apa peduliku dengan semua ini! Demi Allah aku tidak akan mengulanginya selama-lamanya!’ Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang ditopang oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an menghalangi kehancurannya. Seorang mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha membebaskan diri (menuju negerinya: akhirat). Dia tidak merasa aman sampai berjumpa dengan Allah. Dia tahu bahwa pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota badan, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.”Malik bin Dinar bertutur,”Semoga Allah merahmati seseorang yang berkata kepada diri (nafsu)nya, ‘Bukankah kamu pelaku ini? Bukankah kamu pelaku itu?’ Lalu ia mencelanya dan mengalahkannya. Kemudian dia memulazamahkan dirinya kepada kitab Allah, sehingga menjadi pemimpinnya.”
Adalah benar bagi setiap orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa taala dan hari akhir untuk tidak melupakan introspeksi kepada nafsunya, menyempitkan ruang geraknya, dan menahan gejolaknya. Sehingga, setiap hembusan nafas adalah mutiara yang bernilai tinggi, dapat ditukar dengan perbendaharaan yang kenikmatannya tak akan pernah sirna sepanjang masa. Menyia-nyiakan nafas ini, atau menukarnya dengan sesuatu yang mendatangkan kecelakaan adalah kerugian yang sangat besar. Tidak dapat mentolerirnya kecuali manusia paling bodoh dan paling tolol. Hanya saja, hakekat kerugian ini baru benar-benar tampak nanti di hari kiamat.
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا
“Pada hari setiap jiwa mendapati segala kebaikan yang dilakukannya dihadirkan dan juga segala kejahatan yang dilakukannya. Ia ingin ada penghalang yang panjang antara dia dan kejahatannya.”(QS Ali Imran: 30)
Muhasabah (menginstrospeksi diri) itu ada dua macam, sebelum beramal dan sesudahnya.
Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya.
Hasan al-Bashri Rahimahullah berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya.”
Sebagian ulama menjelaskan penuturan al-Hasan ini dengan, ‘Apabila diri tergerak untuk melakukan sesuatu, pertama-tama ia harus merenung, apakah amalan itu mampu ia kerjakan atau tidak. Jika tidak ada kemampuan untuk itu hendaknya ia berhenti. Tetapi jika ia mampu, hendaknya ia berpikir, apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya, ataukah sebaliknya. Jika yang ada adalah kemungkinan kedua, maka ia mesti meninggalkannya. Tetapi jika yang pertama, hendaknya ia bertanya, apakah faktor pendorongnya adalah untuk mendapatkan wajah Allah subhanahu wa ta’ala dan pahalanya, ataukah untuk mendapatkan kehormatan, pujian dan harta benda. Jika jawaban yang kedua yang muncul, hendaknya ia meninggalkannya. Meskipun jika ia melakukannya ia akan mendapatkan apa yang dicarinya. Ini sebagai pelatihan bagi diri agar tidak terbiasa dengan kesyirikan dan supaya takut beramal untuk selain Allah.
Semakin takut seseorang untuk beramal karena selain Allah, semakin ringan baginya untuk beramal karena Allah subhanahu wa ta’ala. Tetapi jika yang muncul adalah jawaban yang pertama, sekali lagi ia harus bertanya, apakah dia mendapatkan bantuan untuk itu? Atau adakah teman-teman yang akan membantu dan menolongnya- jika amalan itu tidak bisa dikerjakan sendirian? Jika tidak ada, ia harus menahan diri sebagaimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah menahan diri dari memerangi musyrikin Mekah sampai terkumpul kekuatan dan kaum penolong. Adapun jika ia dibantu, hendaknya ia maju beramal, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala ia akan mendapat kemenangan. Dan adalah kemenangan itu tidak akan terlepas kecuali jika salah satu dari perkara-perkara di atas terlepas. Sekali lagi, dengan mengadakan hal-hal di atas kemenangan tidak akan terlepas. Itulah empat perkara yang harus dicermati oleh seorang hamba sebelum ia beramal.
Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan serampangan, tidak semestinya. Padahal hak Allah subhanahu wata’ala berkaitan dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam. Yaitu, ikhlas dan setia kepada Allah subhanahu wa ta’ala di dalamnya, mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, menyaksikannya dengan persaksian ihsan, menyaksikannya sebagai anugerah Allah subhanahu wa ta’ala baginya, dan menyaksikan kelalaian dirinya di dalam mengamalkannya. Demikian, ia harus melihat apakah dirinya telah memenuhi keseluruhannya?
2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, karena apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap Allah subhanahu wa ta’ala dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia dan keserbabinasaannya, sehingga ia merugi?
Akhir dari perkara yang dilalaikan, tidak disertai dengan muhasabah, dibiarkan begitu saja, dianggap mudah dan disepelekan adalah kehancuran. Ini adalah keadaan orang-orang yang tertipu. Ia pejamkan matanya dari berbagai akibat kebejatannya sambil berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengampuninya. Ia tidak pernah peduli kepada muhasabah dan akibat kejahatannya. Pun jika ia melakukannya, dengan segera ia akan berbuat dosa, menekuninya dan ia akan sangat kesulitan meninggalkannya.
Kesimpulan dari uraian ini, hendaknya seseorang itu mengintrospeksi diri lebih dahulu pada hal-hal yang fardlu. Bila ia melihat ada kekurangan padanya, ia akan melengkapinya dengan qadla’ (penggantian) atau ishlah (perbaikan). Lalu kepada hal-hal yang diharamkan. Bila ia merasa pernah melakukannya, ia pun bersegera untuk bertaubat, beristighfar, dan mengamalkan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapuskan dosa. Kemudian kepada kealpaan. Bila ia mendapati dirinya telah alpa berkenaan dengan tujuan penciptaannya, maka ia segera memperbanyak dzikir dan menghadap Allah subhahanu wa ta’ala. Lalu kepada ucapan-ucapannya, atau kemana saja kakinya pernah berjalan, atau apa saja yang tangannya pernah memegang, atau telinganya pernah mendengar. Apa yang diinginkan dari semua ini? Mengapa ia melakukannya? Untuk siapa? Dan sesuaikah dengan petunjuk?
Sesungguhnya setiap gerakan atau ucapan itu akan dihadapkan pada dua pertanyaan, untuk siapa dikerjakan? dan bagaimana cara pengerjaannya? Pertanyaan pertama tentang ikhlas dan yang kedua tentang mutaba’ah (kesesuaian dengan sunnah)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Supaya (Allah) memintai pertanggungjawaban orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.” (QS Al-Ahzab 8).
Apabila orang-orang yang benar saja dimintai pertanggungjawaban atas kebenarannya, dan dihisab atasnya, lalu bagaimana dengan orang-orang yang dusta?
Faedah Muhasabah
1. Mengetahui aib diri
Barangsiapa tidak mengetahui aib dirinya sendiri, tidak mungkin mampu membuangnya. Yunus bin ‘Ubaid berkata, “Aku benar-benar mendapati seratus bentuk kebajikan. Tetapi kulihat, tidak ada satu pun yang ada pada diriku.”
Muhammad bin Wasi’ berkata, “seandainya dosa-dosa itu mempunyai bau, sungguh tidak ada seorang pun yang sanggup duduk di dekatku.”
Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Darda’ berkata, “Seseorang itu tidak memahami agama ini dengan baik sampai ia membenci orang lain karena Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian ia kembali kepada nafsunya dan ia lebih membencinya lagi.”
2. Mengetahui hak Allah terhadapnya.
Hal itu akan membuatnya mencela nafsunya sendiri serta membebaskannya dari ujub dan riya’. Juga membukakan pintu ketundukan, penghinaan diri, kepasrahan dihadapan-Nya, dan keputusasaan terhadap dirinya sendiri. Sesungguhnya keselamatan itu hanya dapat dicapai dengan ampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan rahmat-Nya. Merupakan hak Allah subhanahu wa ta’ala untuk ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikafiri.
Diambil dari: Tazkiyah An-Nafs, Konsep Penyucian Jiwa Menurut Para Salaf; Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Ibnu Rajab al-Hambali, Imam Ghazali; Penerbit Pustaka Arafah (http://jilbab.or.id/)
Umar Al Faruq berkata :
حَاسِبُوا أنْفُسَكُم قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُا وَزِنُوْهَا قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا وَ تَزَيَّنُوا لِلعَرْضِ الأَكْبَر
Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan berhiaslah (beramal shalihlah) untuk persiapan hari ditampakkannya amalan hamba. [At Tirmidzi dalam Shifatul Qiyamah]
Hakikat muhasabah ialah, menghitung dan membandingkan antara kebaikan dan keburukan. Sehingga, dengan perbandingan ini diketahui mana dari keduanya yang terbanyak. [Ibnu Qoyyim]
Ibnu Mas’ud berkata,”Cukuplah sesorang itu berdosa jika dikatakan kepadanya “bertakwalah kepada Allah”, lantas ia berkata ‘Urus dirimu sendiri, orang seperti kamu mau menasihatiku?”
Pada suatu hari Khalifah Harun Ar Rasyid keluar naik kendaraan untanya yang mewah dan penuh hiasan, lalu seorang Yahudi berkata kepadanya: “Wahai, Amirul Mukminin. Bertakwalah engkau kepada Allah,” maka beliaupun turun dari kendaraannya dan sujud kepada Allah di atas tanah dengan penuh tawadhu` dan khusyu. Khalifah kemudian memerintahkan agar kebutuhan orang Yahudi tersebut dipenuhi.
Tatkala ditanyakan mengapa Khalifah memerintahkan demikian, beliau menjawab: “Tatkala saya mendengar perkataan orang Yahudi tersebut, saya teringat firman Allah :
وَإِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهٌ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sesungguhnya Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”. [Al Baqarah ayat 206-], maka saya khawatir, saya adalah orang yang disebut Allah tersebut. [Ramadhan Fursah Lit Taghyir, hlm. 13-14]
Hasan al-Bashri berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Dan sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi. Seorang mukmin itu bisa saja dikejutkan oleh sesuatu dan ia takjub kepadanya. Lalu berkatalah ia, ‘Demi Allah, aku benar-benar menginginkanmu. Begitupun kamu adalah bagian dari kebutuhanku. Tetapi, allah tidak memberi alasan bagiku untuk mencapaimu. Duhai, ada jurang diantara kau dan aku!’ Maka sesuatu itu pun lenyap dari hadapannya. Kemudian si mukmin akan kembali kepada dirinya dan berkata, ‘aku tidak menginginkan hal ini! Apa peduliku dengan semua ini! Demi Allah aku tidak akan mengulanginya selama-lamanya!’ Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang ditopang oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an menghalangi kehancurannya. Seorang mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha membebaskan diri (menuju negerinya: akhirat). Dia tidak merasa aman sampai berjumpa dengan Allah. Dia tahu bahwa pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota badan, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” Hilyatul Auliya` (2/157)
Malik bin Dinar bertutur,”Semoga Allah merahmati seseorang yang berkata kepada diri (nafsu)nya, ‘Bukankah kamu pelaku ini? Bukankah kamu pelaku itu?’ Lalu ia mencelanya dan mengalahkannya. Kemudian dia memulazamahkan dirinya kepada kitab Allah, sehingga menjadi pemimpinnya.”
Ibnul Qayyim menjelaskan,”Namun, muhasabah ini akan terasa sulit bagi orang yang tidak memiliki tiga perkara, yaitu cahaya hikmah, berprasangka buruk kepada diri sendiri dan (kemampuan) membedakan antara nikmat dan fitnah (istidraj).”
Pertama : Cahaya hikmah, yaitu ilmu; yang dengannya seorang hamba bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan, petunjuk dan kesesatan, manfaat dan mudharat, yang sempurna dan yang kurang, kebaikan dan keburukan. Dengan demikian, ia bisa mengetahui tingkatan amalan yang ringan dan yang berat, yang diterima dan yang ditolak. Semakin terang cahaya hikmah ini pada seseorang, maka ia akan semakin tepat dalam perhitungannya (muhasabah).
Kedua : Adapun berprasangka buruk kepada diri sendiri sangat dibutuhkan (dalam muhasabah). Karena berbaik sangka kepada jiwa, dapat menghambat kepada sempurnanya pemeriksaan jiwa; sehingga bisa jadi, ia akan memandang kejelekan-kejelekannya menjadi kebaikan, dan (sebaliknya) memandang aibnya sebagai suatu kesempurnaan. Dan tidaklah berprasangka buruk kepada dirinya, kecuali orang yang mengenal dirinya. Barangsiapa yang berbaik sangka kepada jiwanya, maka ia adalah orang yang paling bodoh tentang dirinya sendiri.
Ketiga : Adapun (kemampuan) membedakan antara nikmat dan fitnah, yaitu untuk membedakan antara kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadanya -berupa kebaikanNya dan kasih-sayangNya, yang dengannya ia bisa meraih kebahagiaan abadi- dengan kenikmatan yang merupakan istidraj dari Allah. Betapa banyak orang yang terfitnah dengan diberi kenikmatan (dibiarkan tenggelam dalam kenikmatan, sehingga semakin jauh tersesat dari jalan Allah, Pen), sedangkan ia tidak menyadari hal itu. Mereka terfitnah dengan pujian orang-orang bodoh, tertipu dengan kebutuhannya yang selalu terpenuhi dan aibnya yang selalu ditutup oleh Allah. Kebanyakan manusia menjadikan tiga perkara (pujian manusia, terpenuhinya kebutuhan, dan aib yang selalu tertutup) ini sebagai tanda kebahagiaan dan keberhasilan. Madarijus Salikin (1/ 321-324)
Ali bin Abi Thalib berkata: “Hendaklah kalian lebih memperhatikan agar amal kalian diterima (setelah beramal), dari pada perhatian kalian terhadap amalan kalian (tatkala sedang beramal). Apakah kalian tidak mendengar firman Allah إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ (Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa – [Al Maidah : 27].
Fadhalah dia berkata: “Saya mengetahui, bahwa Allah menerima amalan saya walaupun sekecil biji sawi lebih saya sukai, daripada dunia dan seisinya, karena Allah berfirman : Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa. [Al Maidah : 27]”. Ibnu Rajab Wazdaif Ramadhan/73
Abu Darda berkata,”Saya mengetahui, bahwa Allah telah menerima dariku satu shalat saja lebih aku sukai dari pada bumi dan seluruh isinya, karena Allah berfirman : Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa. [Al Maidah : 27]”
Hasan al-Bashri berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya.”
‘Atha` As Sulami berkata,”Waspadalah, jangan sampai amalanmu bukan karena Allah.”
Abdulaziz bin Abi Ruwwad berkata,”Aku mendapati mereka (para salaf) sangat bersungguh-sungguh tatkala beramal shalih. Namun jika mereka telah selesai beramal, mereka ditimpa kesedihan dan kekhawatiran apakah amalan mereka diterima atau tidak?” Tafsir Ibnu Katsir, surat Al Maidah : 27
Syaikh Abu Madin: “Barangsiapa yang merealisasikan ibadahnya, maka dia akan memandang amal perbuatannya dengan kacamata riya’. Dia memandang keadaannya dengan pengakuan belaka, dan memandang perkataannya dengan kedustaan belaka. Semakin besar apa yang engkau harapkan di hatimu, maka akan semakin kecil jiwamu di hadapanmu, dan semakin sedikit pula nilai pengorbanan yang telah engkau keluarkan demi meraih harapanmu yang besar. Semakin engkau mengakui hakikat rububiyah Allah dan hakikat ‘ubudiyah, serta semakin engkau mengenal Allah dan mengenal dirimu sendiri, maka akan semakin jelas bagimu, bahwa apa yang ada pada dirimu berupa amal ketaatan, tidaklah pantas untuk diberikan kepada Allah. Walaupun engkau datang dengan membawa amalanmu (yang beratnya seperti amalan seluruh) jin dan manusia, maka engkau akan tetap takut dihukum Allah (karena engkau takut tidak diterima, Pen). Sesungguhnya Allah menerima amalanmu karena kemurahan dan kemuliaan serta karuniaNya kepadamu. Dia memberi pahala dan ganjaran kepadamu, juga karena kemuliaan, kemurahan dan karuniaNya. Madarijus Salikin, 1/327-330
sumber : www.suaraquran.com
Di Mana Air Matamu?
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/di-mana-air-matamu.html
http://muslimahfaqat.blogspot.com/2011/10/dimana-air-matamu.html
http://maripeduli.blogspot.com/2013/02/adab-adab-berfacebook.html
Menangis Karena Takut Kepada Allah
Tidak selalu menangis itu menunjukkan kecengengan atau kelemahan. Islam malah memerintah kita untuk banyak menangis. Kok bisa? Allah SWT berfirman :
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (TQS. Maryam [19]: 58)
Menangis yang disunnahkan dalam Islam, tentu saja bukan asal menangis, tapi menangis karena takut kepada Allah SWT. Sudah seharusnya kita takut kepada Allah SWT. Kita takut kepada-Nya karena Allah SWT adalah Maha Besar dan Perkasa.
kita takut kepada-Nya karena kita semua akan mengalami kematian dan akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita kepada-Nya. Kita takut karena teringat siksa-Nya sangat keras bagi yang melakukan maksiat. Takut kepada-Nya kalau tidak dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan.
Namun berbeda takut kepada binatang buas yang membuat kita lari menjauh. Takut kepada Allah justru membuat kita ingin mendekat lebih dekat dan lebih dekat lagi kepadanya. Takut yang membawa ketenangan dan kenikmatan rohani yang tiada tara.
Rosulullah SAW sendiri adalah orang yang paling gampang menangis karena takut kepada Allah SWT. Dari Abdullah bin Syukhair ra. ia berkata: Aku mendatangi Rasulullah saw. pada saat beliau sedang shalat. Di perut beliau terdapat suara mendidih -seperti mendidihnya kuali- karena menangis. Demikian pula sahabat Rosulullah SAW Abu Bakar ra. sangat gampang menangis saat membaca al Qur’an.
Menangsi karena takut kepada Allah SWT, akan membuat kita dekat dengan Allah dan berusaha selalu mencintai-Nya dengan sepenuh daya. Kita mencintai-Nya dengan melaksanakan seluruh perintahNya menjauhi larangan-Nya. Tangis seperti inilah yang bisa menyelamatkan kita dari api neraka. Dari Anas ra. bahwa Nabi saw ia bersabda: Barang siapa mengingat Allah kemudian keluar air matanya karena takut kepada Allah hingga bercucuran jatuh ke tanah, maka dia tidak akan di siksa di Hari Kiamat kelak. (HR. Hakim)
Kita tentu ingin menjadi orang-orang yang dilindungi dan dinaungi oleh Allah SWT di hari akhir nanti. Hari dimana tidak ada pelindung kecuali naungan Allah SWT. Dari Abi Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Ada tujuh golongan yang Allah akan menaunginya pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Yang ketujuh adalah: Manusia yang berdzikir kepada Allah saat tidak dilihat siapapun, kemudian bercucuran air matanya. (Mutafaq 'alaih)
Kita pantas merenung kalau kita tidak pernah menangis karena Allah. Pasti ada yang salah pada diri kita. Mungkin hati kita sudah mengeras, mungkin jiwa kita sudah kering. Karena itu menangislah sebanyak-banyaknya karena takut kepada Allah , itu menunjukkan jiwa kita masih lembut . Jiwa yang lembut dan peka akan menyelamatkan kita. Karena itu, berusahalah selalu menangis karena Allah.
(Ust. Hari Moekti)
https://www.facebook.com/
http://
Menangis Karena Takut kepada Allah ...
Sufyan berkata: “Menangis itu ada 10 macam, yakni 9 karena selain Allah dan satu karena Allah. Bila menangis karena Allah itu datang sekali dalam setahun, maka itu sudah terbilang banyak.”
Anjuran Menangis Karena Allah
Qasamah bin Zuhair berkata, “Abu Musa pernah berkhotbah di kota Bashrah. Ia berkata, “Wahai manusia, menangislah. Jika kalian tidak bisa menangis, maka berusahalah untuk menangis. Karena penghuni Neraka akan menangis dengan mengeluarkan air mata sampai habis. Kemudian mereka akan menangis dengan mengeluarkan air mata darah. Bahkan seandainya di situ dilepaskan beberapa perahu, pastilah akan bisa berjalan.”
Keutamaan Menangis Karena Allah
Ka’bul Ahbar berkata, “Sungguh, aku lebih suka menangis karena Allah, lalu air mataku mengalir diatas pipiku, daripada bersedekah dengan emas seberat timbanganku.”
Buah Dari Menangis Karena Allah
Wuhaib bin Ward berkata, “Yahya bin Zakariya ‘alaihis salam memiliki dua garis dipipinya akibat menangis.” Kemudian ayahnya, Zakariya ‘alaihis salam berkata, “Sungguh, aku hanya meminta kepada Allah seorang anak yang bisa menjadi penyejuk mataku.” Yahya ‘alaihis salam berkata, “Ayah, sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam memberitahuku bahwa diantara Surga dan Neraka ada sebuah gurun yang hanya bisa dilalui oleh orang yang rajin menangis.”
Macam-Macam Tangisan
Yazid bin Maisaroh berkata, “Tangisan itu berasal dari tujuh hal: gembira, sedih, cemas, sakit, riya’, syukur, dan tangisan karena takut kepada Allah. Inilah tangisan yang tetesan air matanya bisa memadamkan api sebesat gunung.”
Cara Mengundang Tangisan
Shalih al-Murri berkata, “Tangisan itu bisa diundang dengan cara memikirkan dosa, jika direspons positif oleh hati. Jika tidak, maka alihkan kepada kengerian dan kedahsyatan hari Kiamat, jika direspons positif. Jika tidak, maka tawarkanlah kepadanya untuk berguling-guling di antara nampan-nampan api (Neraka).” Kemudian ia pun menangis dan pingsan. Dan orang-orang pun berteriak histeris.
Orang-Orang Shalih Terdahulu Yang Menangis Karena Takut Kepada Allah
1. Abdussalam (mantan budak Maslamah bin Abdul Malik) berkata, “Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, lalu Fathimah ikut menangis. Namun mereka tidak tahu apa yang membuat mereka menangis. Ketika mereka selesai menangis, Fathimah bertanya, “Ya Amirul Mukminin, mengapa anda menangis?” Umar menjawab, “Fathimah, aku teringat hari dimana manusia dipisahkan dari hadapan Allah; satu kelompok di dalam Surga dan kelompok lainnya di dalam Neraka.” Kemudian ia berteriak dan pingsan.
2. Apabila Umar bin Abdul Aziz mendengar pembicaraan tentang kematian, maka tubuhnya menggelepar seperti burung dan menangis sampai air matanya mengalir di jenggotnya.”
3. Hani’ (mantan budak Utsman bin Affan) berkata, “Apabila Utsman bin Affan berdiri di atas kuburan, ia menangis hingga jenggotnya basa oleh air mata.”
4. Malik bin Anas berkata, “Muhammad bin Munkadir adalah penghulu para pembaca. Hampir setiap kali ada orang yang bertanya kepadanya tentang hadits, ia selalu menangis.”
5. Abu Ayyub al-A’raj berkata, “Sa’id bin Jubair selalu menangis di malang hari sampai rabun.”
6. Sa’id bin Jubair berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih perhatian terhadap kemuliaan Baitullah ini daripada orang Bashrah. Pada suatu malam aku pernah melihat seorang wanita muda bergelayutan pada tirai Ka’bah. Ia memanjarkan doa, menangis dan menghiba sampai meninggal dunia.”
7. Ali bin Abdillah berkata, Kami pernah bersama Yahya bin Sa’id al-Qaththan. Ketika ia keluar dari masjid, kami pun keluar bersamanya. Tatkala tiba di pintu rumahnya ia berdiri, dan kami pun berdiri. Lalu ia berkata kepada seorang pria, “Bacalah!” Pria itu pun membaca surat ad-Dukhan. Ketika ia mulai membaca aku melihat Yahya bin Sa’id berubah, hingga ketika sampai pada ayat,
“Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]
Tiba-tiba Yahya menjerit dan pingsan. Ia baru siuman setelah sekian lama. Kemudian kami menemuinya. Ternyata ia tengah tertidur di atas pembaringannya serayas membaca, “Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40].
Maka keadaan itu terus berlangsung sampai ia meninggal dunia.
GABUNG YUK di FP Sahabat QALBU Cahaya Jiwa ada banyak kata HIKMAH, RENUNGAN dan MOTIVASI.
Ajak sahabat yanng lainnya bergabung
insya Allah Bermanfaat
https://www.facebook.com/
http://
Bersyukur
17 Jun 2008 3 Komentar by top1hit4m in Haji, Tools, Umum, Utama Tag:oksigen, rahmat, syukur
Rahmat per-definisi orang miskin adalah kekayaan. Rahmat bagi orang tertindas adalah kebebasan. Rahmat bagi penguasa adalah langgeng kekuasaan. Rahmat bagi pedagang adalah laris daganganya. Rahmat bagi staf biasa adalah diangkat ke dalam jabatan. Rahmat bagi petani adalah pane melimpah ruah. Dengan arti kata Rahmat adalah mendapatkan sesuatu yang belum dalam genggaman.
Selengkapnya
Salah satu yang dapat meneguhkan keyakinan itu adalah Ilmu Pengetahuan. Tingkat Keyakinan seseorang ditentukan oleh seberapa Ilmu Pengetahuannya. Maka bagaimana kita mencari Ilmu Pengetahuan tersebut? Apakah harus kuliah hingga mencapai Doktor, harus bekerja sebagai guru atau dosen? Tidak usah jauh–jauh, al Qur’an sudah menyediakannya melimpah untuk kita pelajari dan renungi. Selengkapnya
Pocicus Bdg
Kejujuran
“Kejujuran itu adalah ketenangan, sementara kebohongan adalah kegelisahan” (HR. Bukhari)
SelanjutnyaMINUM SAMBIL BERDIRI
“Sungguh janganlah salah seorang dari kamu minum sambil berdiri.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (6/110-111) dari Umar bin Hamzah: “Telah bercerita kepadaku Abu Ghithan Murri, bahwa sesungguhnya dia mendengar Abu Hurairah berkata: “Telah bersabda Rasulullah e…, kemudian dia menyebutkan hadits itu dan menambahkan:“Barangsiapa yang lupa maka hendaklah memuntahkannya.”Selengkapnya
Minum Berdiri
Dalam Islam, diatur adab-adab yang senantiasa kita lakukan setiap hari. Conth kecilnya adalah minum. Islam menganjurkan kita untuk minum sambil duduk dan sebaiknya tidak dalam keadaan berdiri.
SelanjutnyaBAHAYANYA MINUM SAMBIL BERDIRI
Air minum yang masuk dengan cara minum sambil duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada pos-pos penyaringan yang berada di ginjal.
Amazing 30
Sinopsis:
Life begins at thirty, begitu kata pepatah. Padahal yang terjadi kadang malah membuat kita resah dan bimbang ketika akan melewati usia ini. Berbagai hal seolah terus memberatkan pikiran. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Ketakutan-ketakuan seperti apa yang sering membuat kita resah melewati usia 30? Kemapanan finansial, kah? Belum mendapat pasangan hidup? Kesiapan mental? Karier? Atau apa?.
Buku panduan praktis yang berisi kumpulan tips dan trik ini akan membantu Anda memecahkan berbagai persoalan dan dilema menjelang usia 30. Buku ini juga dilengkapi catatan perjalanan penulis, serta berbagai kisah menarik yang akan membuat Anda tersenyum menyambut usia baru.
SelanjutnyaTien Sumartini: Iya, keponakanku, yang yatim di usia balita, alhamdulillah belajar dr keprihatinan, malah terasah emosinya,sampe bisa nulis buku "Amazing 30,-Melewati Usia 30 dengan Senyuman" Toko bagus.com juga bisa.Gramedia on line, dan Gramedia seJawa, Sumatera dan Kalimantan.Terimakasih sebelumnya.